penulis : Von Edison Alouisci
... ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
Secara semantik arti Ahlussunnah wal jama’ah adalah sebagai berikut. Ahl berarti pemeluk, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab maka artinya adalah pengikut aliran atau pengikut madzhab (ashab al-madzhab).
Al-Sunnah mempunyai arti jalan, di samping memiliki arti al-Hadist. Disambungkan dengan ahl keduanya bermakna pengikut jalan Nabi, para Shahabat dan tabi’in. Al-Jamaah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlusunnah wal Jama’ah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Shahabat dan tabi’in.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terentang hingga zaman al-khulafa’ ar-rasyidun, yakni dimulai sejak terjadi Perang Shiffin yang melibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dengan Muawiyah. Bersama kekalahan Khalifah ke-empat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, ummat Islam makin terpecah kedalam berbagai golongan
Di antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu Sa’id Hasan ibn Hasan Yasar al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam Hasan al-Bashri, yang cenderung mengembangkan aktivitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqafiyah), ilmiah dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai faksi politik (firqah) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya mereka mengembangkan sistem keberagamaan dan pemikiran yang sejuk, moderat dan tidak ekstrim. Dengan sistem keberagamaan semacam itu, mereka tidak mudah untuk mengkafirkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu.
Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi Ulama setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu’man (w. 150 H), Imam Malik Ibn Anas (w. 179 H), Imam Syafi’i (w. 204 H), Ibn Kullab (w. 204 H), Ahmad Ibn Hanbal (w. 241 H), hingg tiba pada generasi Abu Hasan Al-Asy’ari (w 324 H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H).
Kepada dua ulama terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan; meskipun bila ditelusuri secara teliti benih-benihnya telah tumbuh sejak dua abad sebelumnya. Perkataan Ahlussunah wal Jama’ah kadang-kadang dipendekkan menyebutnya dengan Ahlussunah saja, atau Sunny saja dan kadang-kadang disebut ‘Asy’ari atau Asya’irah, dikaitkan kepada guru besarnya Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari.
Terhadap madzhab al-Asya’irah ini ada yang barangkali tidak tahu jika sebutan ini adalah kata lain Dari Aswaja.dan ini sangat disayangkan karna bisa menjadi faktor retaknya kesatuan golongan Ahlus Sunnah dan terpecah-pecahnya kesatuan Jama`ah, sehingga sebagian orang yang jahil memasukkan al-Asya’irah dalam kelompok golongan yang sesat padahal jelas jelas mereka Aswaja karna Nama Asya`irah justru diambil dari nama salah satu pendiri Aswaja Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari.!!
Perhatikan !!
Berkata Sayid Mutadha az Zabidi, pengarang kitab “Ittihaf Sadaatul Muttaqin”, yaitu kitab yang mensyarah kitab “Ihya Ulumuddin”, karangan Imam Ghazali :
Artinya : Apabila disebut “Ahlussunah wal Jama’ah” maka yang dimaksudkan dengan ucapan itu ialah paham atau fatwa-fatwa yang disiarkan oleh Imam Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi (I’tihaf jilid II, halaman 6).
“Apabila disebut nama Ahlussunnah secara umum, maka maksudnya adalah Asya’irah (para pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari) dan Maturidiyah (para pengikut faham Abu Manshur al-Maturidi” (Ithaf Sadat al-Muttaqin, Muhammad Az-Zabidi, juz 2, hal. 6.)
“Adapun hukumnya (mempelajari ilmu aqidah) secara umum adalah wajib, maka telah disepakati ulama pada semua ajaran. Dan penyusunnya adalah Abul Hasan Al-Asy’ari, kepadanyalah dinisbatkan (nama) Ahlussunnah sehingga dijuluki dengan Asya’irah (pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari)” (Al-Fawakih ad-Duwani, Ahmad an-Nafrawi al-Maliki, Dar el-Fikr, Beirut, 1415, juz 1, hal. 38).
“Begitu pula menurut Ahlussunnah dan pemimpin mereka Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Al-Fawakih ad-Duwani, juz 1 hal. 103)
“Dan Ahlul-Haqq (orang-orang yang berjalan di atas kebenaran) adalah gambaran tentang Ahlussunnah Asya’irah dan Maturidiyah, atau maksudnya mereka adalah orang-orang yang berada di atas sunnah Rasulullah Saw., maka mencakup orang-orang yang hidup sebelum munculnya dua orang syaikh tersebut, yaitu Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Hasyiyah Al-’Adwi, Ali Ash-Sha’idi Al-’Adwi, Dar El-Fikr, Beirut, 1412, juz 1, hal. 105)
“Dan yang dimaksud dengan ulama adalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, dan mereka adalah para pengikut Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi radhiyallaahu ‘anhumaa (semoga Allah ridha kepada keduanya)” (Hasyiyah At-Thahthawi ‘ala Maraqi al-Falah, Ahmad At-Thahthawi al-Hanafi, Maktabah al-Babi al-Halabi, Mesir, 1318, juz 1, hal. 4)
Sesungguhnya mereka (penganut madzhab al-Asya’irah) terdiri dari tokoh-tokoh hadits (Muhadditsin), para Ahli fiqih dan para Ahlitafsir dari kalangan tokoh Imam-imam yang utama (yang menjadi panutan dan sandaran para ulama lain) seperti :
-] Syaikhul Islam Ahmad ibn Hajar al-‘Asqalani رحمه الله, tokoh hadits yang tidak dipertikaikan lagi sebagai gurunya para ahli hadits, penyusun kitab Fathul Baari ‘ala Syarhil Bukhaari. Bermazhab Asya’irah. Karyanya sentiasa menjadi rujukan para ulama’.
-] Syaikhul Ulama Ahl as-Sunnah, al-Imam an-Nawaawi رحمه الله, penyusun Syarh Shahih Muslim, dan penyusun banyak kitab yang masyhur. Beliau bermazhab Asya’irah.
-] Syaikhul Mufassirin al-Imam al-Qurthubi رحمه الله penyusun tafsir al-Jaami’ li Ahkaamil Qur’an. Beliau bermazhab Asya’irah.
-] Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haithami رحمه الله, penyusun kitab az-Zawaajir ‘an al-Iqtiraaf al-Kabaa’ir. Beliau bermazhab Asya’irah.
-] Syaikhul Fiqh wal Hadits al-Imam al-Hujjah wa ats-Tsabat Zakaaria al-Anshari رحمه الله Beliau bermazhab Asya’irah.
-] Al-Imam Abu Bakar al-Baaqilani رحمه الله
-] Al-Imam al-Qashthalani رحمه الله
-] Al-Imam an-Nasafi رحمه الله
-] Al-Imam asy-Syarbini رحمه الله
-] Abu Hayyan an-Nahwi رحمه الله, penyusun tafsir al-Bahr al-Muhith.
-] Al-Imam Ibn Juza رحمه الله, penyusun at-Tashil fi ‘Uluumittanziil.
-] Dan lain sebagainya, yang kesemua merupakan tokoh-tokoh Ulama ‘Asya’irah.
Seandainya kita menghitung jumlah ulama besar dari Ahli Hadits, Ahli Tafsir dan Ahli Fiqh yang bermazhab al-Asya’irah, maka tidak mungkin mampu untuk dilakukan dan kita memerlukan beberapa jilid buku untuk merangkai nama para ulama besar yang ilmu mereka memenuhi wilayah timur dan barat bumi.
Adalah salah satu kewajiban kita untuk berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa dan mengakui keutamaan orang-orang yang berilmu dan memiliki kelebihan yakni para tokoh ulama, yang telah menabur khidmat mereka kepada syari’at Sayyid Para Rasul, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi wa Sallam.
Darimanalah kebaikan yang kita harapkan sekiranya kita melemparkan tuduhan menyimpang daripada kebenaran dan sesat kepada para ulama besar kita dan para salafus sholeh ? Bagaimana Allah akan membukakan mata hati kita untuk mengambil manfaat dari ilmu-ilmu mereka setelah kita beri’tiqad bahwa mereka berada dalam keraguan dan menyimpang dari jalan Islam ???.
Sungguh saya ingin mengatakan: “Adakah ulama masakini dari kalangan Doktor [penyandang ijazah PhD] dan cerdik pandai, mampu melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dan Al-Imam An-Nawawi رحمهماالله dalam berkhidmat terhadap Sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang suci ?
Adakah kita mampu untuk memberi khidmat terhadap Sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم sebagaimana yang dilakukan oleh kedua-dua ulama besar ini ? Semoga Allah memberikan karunia kepada mereka rahmat serta keridhaan-Nya. Lalu bagaimana kita bisa menuduh mereka berdua telah sesat dan juga para ulama al-Asya’irah yang lain, padahal kita memerlukan ilmu-ilmu mereka ?
Dan bagaimana kita bisa mengambil ilmu dari mereka jika mereka didalam kesesatan ?
Padahal Al-Imam Ibnu Sirin رحمه الله pernah berkata :
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikan daripada siapa kalian mengambil agama kalian."
Sungguh, dengan tulus kami mengajak semua pendakwah dan mereka yang bergiat di medan dakwah Islam agar bertaqwa kepada Allah dalam urusan ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, khususnya terhadap tokoh-tokoh ulama dan para fuqaha’nya. Karena, ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم senantiasa berada dalam kebaikan hingga hari kiamat. Dan tidak ada kebaikan bagi kita jika tidak mengakui kedudukan dan keutamaan para Ulama kita sendiri.
Al-Asya’irah adalah pengikut Imam Abu Hasan al-Asy'ari yang mempunyai jasa yang besar dalam membersihkan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah daripada kekeruhan yang dicetuskan oleh golongan Mu'tazilah. Kebanyakan pendukung dan Ulama besar umat ini adalah dari golongan al-Asya’irah. Sedangkan golongan yang memperdebatkan mereka ini sama sekali mencapai secarik buku mereka pun dari segi ilmu, wara' dan taqwa !!
Telah menceritakan kepada kami Manshur bin Abu Muzahim telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamzah dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir bahwa ‘Umair bin Hani` menceritakan kepadanya, dia berkata, “Saya mendengar Mu’awiyah berkata di atas mimbar, “Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan senantiasa ada sekelompok dari ummatku yang menegakkan perintah Allah, tidak ada yang membahayakannya orang yang menghinakan atau menyelisihi mereka sampai datangnya hari Kiamat, dan mereka akan selalu menang atas manusia.” (HR Muslim 3548)
Contoh Lihatlah wahabi salafi kelompok penyelisih aswaja ini :
Wahabi salafi anti madzab..benci aswaja..tapi terbukti setiap berdalil comot ulama madzab semisal imam bukhri,ibnu hajar.imam safii.hambali.maliki.hanaf
wahabi salafi rata rata suka teriak kami bermanhaj salaf sesuai pemahaman salafus sholeh.padahal sahabat,tabiin.tabiun. imam madzab..adalah jajaran salafus sholeh. tapi faktanya mereka suka inkar ajaran salafus sholeh..
Cobalah anda berfikir jernih ?? mampukah Wahab salafi berhujah dengan dalil dalilnya tanpa sama sekali mengandalkan para ulama aswaja secara keseluruhan ?? apa tidak malu jika ternyata mereka memakai sudut pandang ulama aswaja tapi selalu menyerang aswaja ??
Dari Anas bin Malik ra berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.” [HR. Ibnu Majah (3950), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069).
Apakah Wahabi salafi sudah mengikuti printah Rasulullah diatas ?? bukankah itu sunnah ??
"Barangsiapa yang mengharapkan tempat yang lapang disurga maka hendaknya dia menetap bersama al Jama'ah (Ahlussunnah Wal Jama'ah)" (H.R. at-Tirmidzi)
Apakah Wahabi salafi sudah mengikuti printah Rasulullah diatas ?? bukankah itu sunnah ??
Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam bersabda,” Barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaaah ( Khilafah Islam ), maka ia mati sebagaimana bangkai jahiliyyah “ ( H.R. Muslim ).
Apakah Wahabi salafi sudah mengikuti printah Rasulullah diatas ?? bukankah itu sunnah ??
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ”
“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Apakah Wahabi salafi sudah mengikuti printah Rasulullah diatas ?? bukankah itu sunnah ??
SIAPA YANG SESUNGGUHNYA INGKAR SUNNAH ??
jika memang mengaku pengikut sunnah mengapa keluar dari Aljama`ah dan membuat syariat baru dengan nama WAHABI SALAFI yag tidak seujung kukupun ada printah Rasulullah??
RENUNGKAN DAN KEMBALILAH PADA AL JAMA`AH !
No comments:
Post a Comment