Bukti Pernyataan Ulama Terkemuka: “Wahhabi Adalah Khawarij!”
Bukti Pernyataan Ulama Terkemuka: “Wahhabi Adalah Khawarij!”
Mengapa Wahhabi dikategorikan ke dalam golongan Khawarij? Apa saja
bukti-buktinya?. Sebab sepertinya Wahhabi keberatan sekali kalau mereka
dimasukkan ke dalam golongan Khawarij. Baiklah, kami akan berusaha
meyakinkan pada pembaca yang budiman, dengan memberikan penjelasan bahwa
kita mengganggap Wahhabi sebagai Khawarij, karena semua ulama
Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang otoritatif (mu’tabar) di kalangan pesantren
mengatakan demikian. Dari kalangan ulama madzhab al-Maliki, al-Imam
Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah
dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir
al-Jalalain sebagai berikut:
هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي
الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ
كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ
الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ
شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير
الجلالين، ٣/٣٠٧).
“Ayat ini turun mengenai orang-orang
Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah,
dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum
Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu
kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka
menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal
merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir
al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Dari kalangan ulama madzhab
Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn
Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai
berikut:
“مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
الْوَهَّابِ الْخَوَارِجِ فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا وَقَعَ فِيْ
زَمَانِنَافِيْ أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الَّذِيْنَ خَرَجُوْا
مِنْ نَجْدٍ وَتَغَلَّبُوْا عَلَى الْحَرَمَيْنِ وَكَانُوْايَنْتَحِلُوْنَ
مَذْهَبَ الْحَنَابِلَةِ لَكِنَّهُمْ اِعْتَقَدُوْا أَنَّهُمْ هُمُ
الْمُسْلِمُوْنَ وَأَنَّ مَنْ خَالَفَاعْتِقَادَهُمْ مُشْرِكُوْنَ
وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلِكَ قَتْلَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلَمَائِهِمْ
حَتَى كَسَرَ اللهُشَوْكَتَهُمْ وَخَرَبَ بِلاَدَهُمْ وَظَفِرَ بِهِمْ
عَسَاكِرُ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَ ثَلاَثٍ وَثَلاَثِيْنَ
وَمِائَتَيْنِوَأَلْفٍ.” اهـ (ابن عابدين، حاشية رد المحتار، ٤/٢٦٢).
“Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij
pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn
Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua
tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka
meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda
dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu
mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai
akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan
dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin,
Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).
Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin
Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih
al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri
Wahhabi, sebagai berikut:
عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ سُلَيْمَانَ
التَّمِيْمِيُّ النَّجْدِيُّ وَهُوَ وَالِدُ صَاحِبِ الدَّعْوَةِ الَّتِيْ
انْتَشَرَشَرَرُهَا فِي اْلأَفَاقِ لَكِنْ بَيْنَهُمَا تَبَايُنٌ مَعَ
أَنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَتَظَاهَرْ بِالدَّعْوَةِ إِلاَّ بَعْدَمَوْتِ
وَالِدِهِ وَأَخْبَرَنِيْ بَعْضُ مَنْ لَقِيْتُهُ عَنْ بَعْضِ أَهْلِ
الْعِلْمِ عَمَّنْ عَاصَرَ الشَّيْخَ عَبْدَالْوَهَّابِ هَذَا أَنَّهُ
كَانَ غَاضِبًا عَلىَ وَلَدِهِ مُحَمَّدٍ لِكَوْنِهِ لَمْ يَرْضَ أَنْ
يَشْتَغِلَ بِالْفِقْهِكَأَسْلاَفِهِ وَأَهْلِ جِهَتِهِ وَيَتَفَرَّسُ
فِيْه أَنَّهُ يَحْدُثُ مِنْهُ أَمْرٌ .فَكَانَ يَقُوْلُ لِلنَّاسِ: يَا
مَا تَرَوْنَ مِنْ مُحَمَّدٍ مِنَ الشَّرِّ فَقَدَّرَ اللهُ أَنْ صَارَ
مَاصَارَ وَكَذَلِكَ ابْنُهُ سُلَيْمَانُ أَخُوْ مُحَمَّدٍ كَانَ
مُنَافِيًا لَهُ فِيْ دَعْوَتِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ رَدًّا
جَيِّداًبِاْلآَياَتِ وَاْلآَثاَرِ وَسَمَّى الشَّيْخُ سُلَيْمَانُ رَدَّهُ
عَلَيْهِ ( فَصْلُ الْخِطَابِ فِي الرَّدِّ عَلىَمُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
الْوَهَّابِ ) وَسَلَّمَهُ اللهُ مِنْ شَرِّهِ وَمَكْرِهِ مَعَ تِلْكَ
الصَّوْلَةِ الْهَائِلَةِ الَّتِيْأَرْعَبَتِ اْلأَبَاعِدَ فَإِنَّهُ كَانَ
إِذَا بَايَنَهُ أَحَدٌ وَرَدَّ عَلَيْهِ وَلَمْ يَقْدِرْ عَلَى قَتْلِهِ
مُجَاهَرَةًيُرْسِلُ إِلَيْهِ مَنْ يَغْتَالُهُ فِيْ فِرَاشِهِ أَوْ فِي
السُّوْقِ لَيْلاً لِقَوْلِهِ بِتَكْفِيْرِ مَنْ خَالَفَهُوَاسْتِحْلاَلِ
قَتْلِهِ. اهـ (ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa
dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai
penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal
Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali
setelah meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai
menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul
Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak
suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di
daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada
masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat,
“Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai
akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi. Demikian pula putra beliau,
Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang
terhadap dakwahnya dan membantahnya dengan bantahan yang baik
berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya dengan judul
Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah
menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya
meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap
orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang
menentangnya, dan membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara
terang-terangan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari
tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatnya yang
mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang yang menyelisihinya.” (Ibn
Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal.
275).
Dari kalangan ulama madzhab Syafi’i, al-Imam al-Sayyid
Ahmad bin Zaini Dahlan al-Makki, guru pengarang I’anah al-Thalibin,
kitab yang sangat otoritatif (mu’tabar) di kalangan ulama di Indonesia,
berkata:
وَكَانَ السَّيِّدُ عَبْدُ الرَّحْمنِ الْأَهْدَلُ
مُفْتِيْ زَبِيْدَ يَقُوْلُ: لاَ يُحْتَاجُ التَّأْلِيْفُ فِي الرَّدِّ
عَلَى ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ، بَلْ يَكْفِي فِي الرَّدِّ عَلَيْهِ
قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم سِيْمَاهُمُ التَّحْلِيْقُ، فَإِنَّهُ لَمْ
يَفْعَلْهُ أَحَدٌ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ اهـ (السيد أحمد بن زيني دحلان،
فتنة الوهابية ص/٥٤).
“Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid
berkata: “Tidak perlu menulis bantahan terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam cukup sebagai bantahan
terhadapnya, yaitu “Tanda-tanda mereka (Khawarij) adalah mencukur rambut
(maksudnya orang yang masuk dalam ajaran Wahhabi, harus mencukur
rambutnya)”. Karena hal itu belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari
kalangan ahli bid’ah.” (Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Fitnah
al-Wahhabiyah, hal. 54).
Demikian pernyataan ulama terkemuka
dari empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, yang menegaskan
bahwa golongan Wahhabi termasuk Khawarij bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Tentu saja masih terdapat ratusan ulama lain dari madzhab Ahlussunnah
Wal-Jama’ah yang menyatakan bahwa Wahhabi itu Khawarij dan tidak mungkin
kami kutip semuanya dalam pembahasan kali ini.
By : Menjawab Fitnah Salafi-Wahabi
No comments:
Post a Comment