Sejenak kita tengok ke belakang menuju DAULAH UTSMANIYYAH
Sahabat-sahabat semua…..
Sesungguhnya Daulah
Utsmaniyah adalah salah satu era kegemilangan Islam. Daulah ini telah
berjasa secara nyata terhadap Islam. Di antara jasa-jasa Daulah ini
adalah
1. Mengislamkan jutaan kaum Kristen Eropa Timur (
Bosnia, Herzegovina, Albania, Kosovo, Macedonia
2. Mengamankan
jutaan mil persegi wilayah Islam. Daulah Utsmaniyah ini sepanjang masa
berdirinya hingga keruntuhannya mengisi hidupnya dengan jihad melawan
kaum kafir. Berkat dukungan Khilafah Utsmaniyah ini, maka Aceh tertunda
penjajahannya hingga 350 tahun. Dan tidak ada satu masa Khalifah pun
dari Daulah ini yang tidak mengisi pemerintahannya dengan jihad. Baik
jihad tersebut bersifat pertahanan maupun penyerangan.
3.
Memperluas wilayah Islam hingga ke jantung Eropa. Berkat dakwah dan
jihad Daulah Utsmaniyah ini, saat ini Turki, Albania, Kosovo, Macedonia,
Bosnia, dan Herzegovina menjadi negeri Muslim. Meskipun belum menjadi
negara Islam. Bahkan pada masa kegemilangannya, mujahid Daulah
Utsmaniyah melangkahkan kakinya hingga nyaris meerbut Wina Austria.
Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam sendiri bangga dengan
Daulah Utsmaniyah ini. Beliau shallallah alayhi wa aalihi wa sallam
bersabda,” Pasti akan ditaklukkan Konstantinopel, amir yang tebaik
adalah amir ketika itu dan tentara terbaik adalah tentaranya “( HR.
Ahmad).
Hadist ini mengandung makna sebagai berikut,
1. keridhaan Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam kepada
Amir/Panglima penaklukan Konstantinopel, Sultan Muhammad Al Fatih
rahimahullah.
2. Keridhaan Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa
sallam kepada seluruh anggota pasukan penaklukan Konstantinopel
rahimahumullah.
3. Keridhaan Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi
wa sallam terhadap akidah seluruh anggota pasukan penaklukan
Konstantinopel rahimahumullah. Sebab jika mereka memiliki akidah yang
menyimpang, sudah tentu mereka tidak akan disebut sebagai pasukan
terbaik.
4. Keridhoan Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa
sallam terhadap amaliyah tasawuf . Sebab seluruh anggota pasukan adalah
pengamal tasawuf. Sultan Muhammad Al Fatih adalah sufi Tarekat
Naqshabandiyah. Sedangkan anngota pasukan, khususnya pasukan Janissary
sebagai pasukan inti adalah sufi Tarekat Bektasiyah. Sedangkan unit-unit
pasukan lain, seperti Resimen Anatolia dan tentara irreguler hampir
semuanya juga sufi dari berbagai macam Tarekat ( Maulawiyah, Qodiriyah,
Naqshabandiyah dan lain-lain ).
Andaikan amaliyah tasawuf merupakan
sebuah kesesatan, maka sudah tentu Rasulullah shallallah alayhi wa
aalihi wa sallam tidak akan menyebut mereka sebagai pasukan terbaik.
Tapi pasukan ahli bid’ah.
5. Keridhoan Rasulullah shallallah
alayhi wa aalihi wa sallam terhadap akidah Ahlussunnah Wal jama’ah yang
diajarkan oleh Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidy.
Sebab seluruh pasukan Utsmani pada saat itu mengikuti ajaran kedua Imam
Agung ini.
Inilah salah satu sosok Sultan Utsmani, Sultan Muhammad
Al Fatih yang dibanggakan oleh Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa
sallam.
Sebelum beliau lahir, Rasulullah shallallah alayhi wa
aalihi wa sallam telah memberikan kabar gebira tentang beliau….
Abu
Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami
sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana
yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau
menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.”
Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang
menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di
bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal
Al-Musnad 4/335]
Jika anda terkagum-kagum dengan penggambaran
perang yang ketat antara Balian of Ibelin melawan Shalahudin Al-Ayyubi
di film Kingdom of Heaven [resensi Priyadi], maka perang antara
Constantine XI Paleologus dengan Muhammad Al-Fatih jauh lebih ketat,
tidak hanya dalam hitungan hari tapi berminggu-minggu. Sultan Muhammad
Al Fateh atau yang disebut juga Mehmed II The Conqueror dilahirkan pada
tanggal 29 March 1432. Saat kelahirannya pun sudah terdapat isyarat
bahwa dia nantinya akan menjadi orang besar yang membuat sejarah besar.
Ketika berita kelahirannya disampaikan, ayahnya, Sultan Murad II sedang
membaca Al Quran tepat pada Surat Al Fath ayat 1:
“Sesungguhnya Kami
telah memberikan padamu kemenangan yang nyata.”
Kelahirannya ada
pertanda
Menjelang kelahirannya, Sultan Murad sebenarnya sedang
mempersiapkan penyerbuan ke Konstantinopel (Constantinople), ibu kota
Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium. Setelah anaknya Muhammad lahir,
datanglah seorang ulama besar Islam ke istana Sultan dan beliau
mengatakan bahwa bayi itulah yang nantinya akan menaklukkan
Konstantinopel seperti sabda Rasulullah SAW:
“Konstantinopel akan
jatuh di tangan seorang pemimpin yang sebaik-baik pemimpin, tentaranya
sebaik-baik tentara, dan rakyatnya sebaik-baik rakyat.”
Ulama
itu bernama Syeikh Syamsuddin Al Wali dari Khurasan (sekarang
Uzbekistan). Beliau adalah seorang syeikh tarekat Naqsyabandiyah. Sultan
Murad sangat yakin dengan ilham Syeikh Syamsuddin Al Wali sehingga
baginda menyerahkan putera mahkota yang masih kecil kepada Syeikh
Syamsuddin untuk dididik.
Didikan tarekat sufi dan kecakapan perang
Syeikh Syamsuddin mendidik muridnya ini dengan disiplin tarikat yang
cukup keras. Penuh dengan latihan mengekang hawa nafsu dan hidup susah
sehingga hasilnya Pangeran Muhammad menjadi seseorang yang berjiwa kuat
dan sangat tahan dalam menghadapi ujian. Beliau dididik memiliki
cita-cita besar yaitu menepati janji Tuhan melalui Rasulullah SAW:
menaklukkan Konstantinopel. Untuk ilmu perang, ayahnya mendatangkan
panglima-panglima yang paling berpengalaman untuk mendidik beliau.
Beliau sendiri adalah seorang cendekiawan yang gemar mengumpulkan
ilmuwan-ilmuwan di istana untuk berdiskusi.
Pada usia 19 tahun
beliau naik tahta menggantikan ayahnya. Mulailah persiapan penaklukan
dilakukannya. Beliau mendidik tentara dan rakyatnya agar menjadi
orang-orang yang bertaqwa. Seluruh tentera dan rakyatnya dididik agar
sanggup bangun malam dan merintih munajat pada Tuhan. Sebaliknya di
siang hari mereka adalah singa-singa yang berjuang di jalan Allah.
Beliau juga mengadakan operasi intelijen untuk membebaskan seorang ahli
pembuat meriam dari penjara Romawi. Bersama para insinyurnya beliau
membangun benteng, kapal-kapal perang dan meriam-meriam yang canggih
untuk ukuran zaman itu. Bahkan dalam membangun benteng Rumeli Hasari di
Selat Bosphorus beliau turun tangan ikut mengangkat batu dan pasirnya.
Takluknya Konstantinopel
Setelah persiapan matang, dimulailah
penyerbuan ke Konstatinopel. Perang yang hebat berkecamuk lebih satu
bulan, belum juga tampak tanda-tanda kemenangan. Bahkan pasukan Islam
mengalami kesukaran mendekati benteng Romawi di tepi Selat Bosphorus
tersebut karena di taut pasukan Romawi memasang rantairantai berukuran
besar yang sangat panjang hingga menghalangi kapal yang akan mendekat.
Dalam ketidakpastian itu Sultan Muhammad Al Fateh bertanya pada
syeikhnya yang mulia, “Wahai Guruku, kapankah saat yang dijanjikan itu
tiba?” Syeikh Syamsuddin Al Wali menjawab, “Pada hari ke 53, hari Selasa
pukul 11 pagi.” Ini adalah ilham berbentuk berita ghaib yang diterima
oleh Syeikh Syamsuddin Al Wali. Sultan Muhammad sangat yakin pada ilham
gurunya. Beliau makin bersungguh-sungguh meningkatkan ketaqwaan pada
Allah dan mengajak tentaranya melaksanakan hal yang serupa sebab hanya
orang bertaqwa yang mendapat bantuan Tuhan.
Pada suatu malam di
bulan Mei 1453 terjadilah peristiwa yang luar biasa. Para insinyur
Sultan telah menemukan inovasi teknologi luar biasa yang bisa disebut
terobosan besar di zaman itu. Mereka berusaha membuat agar kapal-kapal
perang Islam dapat berjalan di darat. Dengan memutari selat, pada tengah
malam tibalah kapat-kapal pasukan Sultan Muhammad At Fateh ke bagian
belakang benteng Konstantinopel. Kota Konstantinopel sebenarnya adalah
kota yang sangat strategis karena ditindungi oleh benteng alami, yaitu
perbukitan. Kapal-kapal tentara Islam yang berjumlah 70 kapal mendarat
di Semenanjung Pera di pinggir perbukitan itu dan berusaha mendakinya.
Terjadilah keajaiban yang merupakan karamah bantuan Tuhan di malam itu.
Secara lahiriyah, meskipun kapal-kapal tersebut dapat ‘dipaksa’ berjalan
di darat dengan menggunakan balok-balok kayu raksasa tapi tetap saja
untuk mendaki bukit untuk membawa 70 kapal layar berukuran besar dalam
tempoh beberapa jam adalah hal yang mustahil. Apa yang sebenarnya
terjadi? Kapal-kapal itu bukanlah berjalan di darat tetapi seakan
melayang mendaki dan menyusuri perbukitan sejauh 16 km sampai di Golden
Horn sehingga operasi pendaratan 5.000 pasukan itu selesai dalam waktu
singkat. Dari sanalah mereka menyerbu Konstantinopet. Paginya, pada hari
Selasa 29 Mei 1453 Konstantinopel takhluk ke tangan tentara Islam di
bawah pimpinan Sultan Muhammad Al Fateh.
Telah diceritakan
bahwa ketika Sultan Muhammad At Fateh memasuki Konstantinopel, para
perajuritnya menemukan makam sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al
Anshari ra. Di makam tersebut mereka melihat sebagian kaki Abu Ayyub
tersembul keluar dari tanah. Kaki tersebut putih bersih, sama sekali
tidak terlihat rusak walaupun beliau telah wafat selama 600 tahun.
Inilah karamah para sahabat Nabi. Sultan panglimanya bergiliran mencium
kaki tersebut. Giliran Sultan yang terakhir. Ketika Sultan Muhammad Al
Fateh akan mencium kaki Sahabat Rasulullah itu, tiba-tiba kaki tersebut
masuk ke dalam tanah. Telah diceritakan pula bahwa pada petang hari
setelah penaklukan bersejarah itu Syeikh Syamsuddin Al Wali bermimpi
bertemu dengan Abu Ayyub Al Anshari. Beliau (Abu Ayyub) menyampaikan
ucapan selamat pada Sultan Muhammad Al Fateh karena berhasil menaklukkan
Konstantinopel dan menyatakan bahwa beliaulah yang sepatutnya mencium
kaki Sultan Muhammad Al Fateh sebagai orang yang dijanjikan oleh
Rasulullah SAW.
Pada hari Jum’at pertama di Konstantinopel,
ketika diadakan shalat Jum’at untuk pertama kalinya, terjadi kebingungan
dalam menentukan siapa yang menjadi imam. Sultan pun dengan lantang
meminta seluruh tentaranya berdiri dan mengajukan pertanyaan: “Siapa di
antara kalian yang sejak baligh hingga saat ini pernah meninggalkan
shalat fardhu silakan duduk!” Tidak ada seorang pun yang duduk. Ini
berarti seluruh tentara Sultan sejak usia baligh tidak pernah
meninggalkan shalat fardhu.
Sultan berkata lagi, “Siapa yang sejak
baligh hingga saat ini pernah meninggatkan shalat sunat rawatib silakan
duduk!” Sebagian tentaranya masih tegak berdiri dan sebagian lagi duduk.
Jadi sebagian tentara sultan sejak balighnya tidak pernah meninggalkan
shalat sunat rawatib.
Kemudian Sultan berkata lagi, “Siapa yang
sejak baligh hingga hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud silakan
duduk!” Kali ini seluruh tentara duduk. Yang tinggal berdiri hanya
Sultan sendiri. Ternyata sejak usia baligh Sultan belum pernah
meninggalkan shalat tahajud sehingga beliaulah yang paling pantas
menjadi imam shalat Jum’at. Memang benarlah kata Rasulullah SAW,
“Sebaik-baik pemimpin, sebaik-baik tentara dan sebaik-baik rakyat.”
[Taken from Kawan Sejati Magazine vol 11/ TH
Kekaisaran Romawi
terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium
atau Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut
sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui
keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di
selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di
batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera
maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai
titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi
geopolitik saat itu.
Yang mengincar kota ini untuk dikuasai termasuk
bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab-Muslim dan
Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem.
Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai
strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW
melalui riwayat Hadits di atas.
Upaya pertama dilakukan oleh
Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal dan salah satu
sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur. Sebelumnya
Abu Ayyub sempat berwasiat jika ia wafat meminta dimakamkan di titik
terjauh yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil
menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng
Konstantinopel di wilayah Golden Horn.
Generasi berikutnya,
baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah hingga Turki Utsmani pada
masa pemerintahan Murad II juga gagal menaklukkan Byzantium. Salah satu
peperangan Murad II di wilayah Balkan adalah melawan Vlad Dracul,
seorang tokoh Crusader yang bengis dan sadis (Dracula karya Bram Stoker
adalah terinsipirasi dari tokoh ini). Selama 800 tahun kegagalan selalu
terjadi, hingga anak Sultan Murad II yaitu Muhammad II naik tahta Turki
Utsmani.
Sejak Sultan Murad I, Turki Utsmani dibangun dengan
kemiliteran yang canggih, salah satunya adalah dengan dibentuknya
pasukan khusus yang disebut Yanisari. Dengan pasukan militernya Turki
Utsmani menguasasi sekeliling Byzantium hingga Constantine merasa
terancam, walaupun benteng yang melindungi –bahkan dua lapis– seluruh
kota sangat sulit ditembus, Constantine pun meminta bantuan ke Roma,
namun konflik gereja yang terjadi tidak menelurkan banyak bala bantuan.
Hari Jumat, 6 April 1453M, Muhammad II atau disebut juga Mehmed
bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya, Halil
Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari
berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 150.000 ribu
pasukan dan meriam buatan Urban –teknologi baru pada saat itu– Muhammad
II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan
penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine Paleologus
menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor,
Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.
Kota
dengan benteng 10m-an tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi
luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat melalui
pasukan altileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan
laut Marmara pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan
Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit
Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal
perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Berhari-hari hingga
berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh
membuat celah pasukan Constantine mampu mempertahankan celah tersebut
dan dengan cepat menumpuk kembali hingga tertutup. Usaha lain pun dicoba
dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan
kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang
terdengar bodoh dilakukan hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan
yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai.
Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui
darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an
kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn.
29 Mei, setelah
sehari istirahat perang Muhammad II kembali menyerang total, diiringi
hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian
Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari. Giustiniani sudah
menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine
tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas
baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak
pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan
pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai
budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.
Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul
di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada
semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia
Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap
sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.
Toleransi tetap
ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut.
Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah –terutama
sekolah untuk kepentingan administratif kota– secara gratis, siapa pun
boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar,
membangun perumahan, bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang
yang bersedia tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium
tersebut. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan
pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan.
Dan inilah Sultan Abdul Hamid II, Sultan Daulah Utsmaniyah yang
diperangi oleh persekutuan antara Kaum Wahabi dan tentara Salib Inggris.
Selama masa kepemimpinannya, Sultan Abdul Hamid II senantiasa
dihadapkan dengan pelbagai permasalahan kenegaraan yang sangat rumit,
yang jika tidak diselesaikan dengan tepat akan mengancam eksistensi
kekhilafahan Turki Utsmaniyyah waktu itu. Pelbagai macam kekacauan dalam
segala aspek tersebut bukan hanya berasal dari faktor interen -kalangan
pejabat pemerintahan yang haus kekuasaan serta ancaman disintegrasi
daerah yang jauh dari pusat pemerintahan Utsmaniyyah-, namun yang lebih
mengancam adalah rongrongan kebencian dan kerakusan dari eksteren Eropa
yang bermaksud menghancurkan kekhalifahan Turki Utsmaniy.
Dalam
menyelesaikan semua konflik yang datang, Abdul Hamid II senantiasa
mementingkan pendekatan persuasif dalam pemecahan permasalahan dalam
negerinya. Ia senantiasa menyebarkan ide-ide pemersatuan semua kelompok
yang berada dalam kekuasaan kerajaan Utsmaniyyah untuk menggalang
persatuan demi menghadapi menghadapi ancaman dari pihak luar yang ingin
menghancurkan eksistensi kerajaan Utsmaniyyah. Ia mengusahakan
terjalinnya persatuan antara pengikut Ahl sunnah wa al jamaah dengan
pengikut Syiah demi menjaga wilayah Utsmaniyyah dari penjajahan bangsa
kolonial Eropa.
Politik devide et empera yang diterapkan oleh bangsa
kolonial Prancis, Inggris, Rusia dan Negara-negara Eropa lainnya untuk
memecah belah persatuan umat. Ide Nasionalisme Arab yang ditanamkan
kepada bangsa Mesir dan Negara-negara Afrika oleh Inggris dan Prancis
demi mengahancurkan kekhilafahan Utsmaniyyah dari dalam, ia senatiasa
menyikapinya dengan kecermatan dan kehati-hatian yang sangat mendalam.
Semua itu ia lakukan bukan lantaran keterbatasan kekuasaan yang ia
miliki, namun hal tersebut lebih dari demi menjaga kesatuan umat agar
tidak terpecah belah. Sehingga bangsa Eropa yang sangat berkepentingan
demi hancurnya kekhilafahan Utmaniyyah tidak bisa mengambil mamfaat dari
lemahnya persatuan umat.
Sultan Abdul Hamid II mengutamakan
membangun kesatuan umat, dengan lebih berkosentrasi terhadap perdamaian
dengan para pejabat yang berniat melengserkannya. Ia memberi para
pejabat tersebut fasilitas dan jabatan, berharap mereka dapat
menyingkirkan ide-ide busuk mereka yang akan berdampak terhadap
perpecahan umat dan disintegrasi negeri-negeri Islam yang jauh dari
pusat.
Walau ia berhadapan dengan permasalahan dalam negeri yang
sangat kompleks, Abdul Hamid II juga tidak pernah mengabaikan setiap
gangguan yang mengancam kaum muslimin yang datang dari luar. Demi
mempertahankan wilayah teritorial Utsmaniyyah dari gangguan Rusia,
Sultan Abdul Hamid II bahkan rela membiayai perang dengan Rusia dengan
hata pribadinya.
Salah satu konsistensi yang diperlihatkan oleh
Sultan Abdul Hamid II dalam memelihara territorial wilayah Utsmaniyyah
ialah usahanya dalam mempertahankan al Quds (Palestina) dari
pencamplokan bangsa Yahudi. Usaha lobby yang gencar dilakukan para
petinggi Zionis -Theodore Hertzl- agar sultan mau memberikan wilayah
Palestina bagi kaum Yahudi, ia tolak mentah-mentah. Bahkan tawaran harta
pribadi bagi sultan serta janji pelunasan hutang Negara Utsmaniyyah
yang mencapai 300 juta lira, tidak mampu meluluhkan keteguhannya dalam
mempertahankan tanah Palestina.
“Aku tidak dapat menjual bagian dari
negeri tersebut (Palestina) walau satu telapak kaki pun, karena negeri
itu bukan milikku, tetapi milik rakyatku. Rakyatku telah sampai kedaerah
itu dengan mengucurkan darah mereka, dan mereka pun akan kembali
menumpahkan darah mereka esok hari. Di masa mendatang, kami tak akan
membiarkan seorang pun merampasnya dari kami”. Demikian tulis Hertzl
mengutip jawaban dari Abdul Hamid II, ketika ia berusaha meminta Alquds
kepada sultan. (Harb, Muhammad. 2004. Catatan Harian Sultan Abdul Hamid
II (terjemahan Abdul Halim). Bogor: Pustaka Thariqul Izzah).
Sayang sekali,
upaya Khalifah Abdul Hamid untuk mempertahankan
Khilafah Islamiyah ini ditolak bahkan dikhianati oleh kaum Wahabi.
Mereka ini akhirnya menjadi alat kaum Salib Inggris meruntuhkan Khilafah
Islam dari Jazirah Arabia.
Anehnya, mengapa kaum Wahhabi
tidak merasa sebagai bagian dari Khilafah Islam ? Padahal Rasulullah
shallallah alayhi wa aalihi wa sallam bersabda,” Barangsiapa yang
memisahkan diri dari jama3ah ( Khilafah Islam ), maka ia mati
sebagaimana bangkai jahiliyyah “ ( H.R. Muslim ).
akidah TAKFIR
adalah akidah yang menyebabkan kaum Wahabi sangat ganas dan banyak
melakukan pembantaian terhadap kaum muslimin. kaum Wahhabi merasa tidak
di bawah Khilafah Utsmaniyah, ini berarti mereka masuk dalam cakupan
hadist ,” Barang siapa yang meninggal sedangkan di lehernya tidak ada
bay’ah, maka ia mati sebagaimana bangkai jahiliyyah” ( H.R.
Muslim/Riyadhus Shalihiin ).
Sudah tentu, memisahkan diri dari
Jama3ah adalah sebuah bid’ah..dan kaum Wahhabi sepanjang sejarahnya
sering kali melakukan hal ini. Bahkan dalam perang dunia I, saat kaum
muslimin bahu membahu dengan Khalifah Abdul Hamid II Al Utsmani, kaum
Wahhabi justru berada pada posisi kaum Salib Inggris memerangi Khalifah
Islam hingga akhirnya Khilafah Utsmaniyah runtuh…Sudah tentu.ini adalah
bid'ah tanpa ada satu pun dalil yang membenarkannya..
ITULAH
DOSA WAHABI TERHADAP ISLAM…
Sumber:
Copi paste dari akhil al kariim Deskov Emir Balitaristan, dan ada sedikit
ubah suaikan dalam tata letak.
No comments:
Post a Comment