• Tahlil dan
Dzikir Jamaah
• Tawassul
• Ziarah Qubur
1.Tahlil dan
Dzikir Jamaah
Tahlil adalah shighat masdar dari fi’il madly
hallala yuhallilu tahlilan yang berarti membaca kalimat La ilaha
illallah (tiada tuhan yg berhak disembah kecuali Allah). Tahlilan adalah
kegiatan yg tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan keagamaan. Disamping
itu tahlil juga merupakan salah satu alat mediasi yg paling memenuhi
syarat yang bisa dipakai sebagai media keagamaan dan alat pemersatu
umat.
Hal ini didasarkan pada beberapa kenyataan sebagai
berikut :
1. Secara historis,keberadaan tahlil di Indonesia
sudah ada jauh sebelum munculnya berbagai organisasi keagamaan baik yg
mendukung atau menolaknya. Pada mulanya tradisi yg sarat dengan tasawuf
ini dilakukan di pesantren dan kraton ,namun lambat laun dapat diterima
oleh seluruh masyarakat Indonesia sehingga menjadi tradisi keagamaan yg
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat.
= >
TAHLILAN SEJAK DAHULU KALA DAN TERJADI DI MAKKAH DAN MADINAH
Kegiatan yang tidak bertentangan seperti diatas telah diceritakan oleh
Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i rahimahullah (salah
satu pengarang kitab tafsir Jalalain) sebagai kegiatan yang memang tidak
pernah di tinggalkan kaum Muslimin, didalam al-Hawi lil-Fatawi [2/234]
disebutkan :
أن سنة الإطعام سبعة أيام، بلغني أنها مستمرة إلى
الآن بمكة والمدينة، فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة إلى الآن، وأنهم
أخذوها خلفا عن سلف إلى الصدر الأول
“Sesungguhnya sunnah
memberikan makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya
amalan ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (yakni masa
al-Hafidz sendiri) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini
tidak pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa
kini (masa al-Hafidz as-Suyuthi).
Ini sekaligus persaksian
(saksi mata) adanya kegiatan tahlilan 7 hari di Makkah dan Madinah sejak
dahulu kala. Hal ini kembali di kisahkan oleh al-‘Allamah al-Jalil
asy-Syaikh al-Fadlil Muhammad Nur al-Buqis didalam kitab beliau yang
khusus membahas kegiatan tahlilan (kenduri arwah) yakni “Kasyful Astaar”
dengan menuqil perkataan Imam As-Suyuthi :
أن سنة الإطعام سبعة
أيام بلغني و رأيته أنها مستمرة إلى الأن بمكة والمدينة من السنة 1947 م
إلى ان رجعت إلى إندونيسيا فى السنة 1958 م. فالظاهر انها لم تترك من
الصحابة إلى الأن وأنهم أخذوها خلفاً عن سلف إلى الصدر الإول. اه. وهذا
نقلناها من قول السيوطى بتصرفٍ. وقال الإمام الحافظ السيوطى : وشرع الإطعام
لإنه قد يكون له ذنب يحتاج ما يكفرها من صدقةٍ ونحوها فكان فى الصدقةِ
معونةٌ لهُ على تخفيف الذنوب ليخفف عنه هول السؤل وصعوبة خطاب الملكين
وإغلاظهما و انتهارهما.
“Sungguh sunnah memberikan makan selama 7
hari, telah sampai informasi kepadaku dan aku menyaksikan sendiri bahwa
hal ini (kenduri memberi makan 7 hari) berkelanjutan sampai sekarang di
Makkah dan Madinah (tetap ada) dari tahun 1947 M sampai aku kembali
Indonesia tahun 1958 M. Maka faktanya amalan itu memang tidak pernah di
tinggalkan sejak zaman sahabat nabi hingga sekarang, dan mereka menerima
(memperoleh) cara seperti itu dari salafush shaleh sampai masa awal
Islam. Ini saya nukil dari perkataan Imam al-Hafidz as-Suyuthi dengan
sedikit perubahan. al-Imam al-Hafidz As-Suyuthi berkata : “disyariatkan
memberi makan (shadaqah) karena ada kemungkinan orang mati memiliki dosa
yang memerlukan sebuah penghapusan dengan shadaqah dan seumpamanya,
maka jadilah shadaqah itu sebagai bantuan baginya untuk meringankan
dosanya agar diringankan baginya dahsyatnya pertanyaan kubur, sulitnya
menghadapi menghadapi malaikat, kebegisannyaa dan gertakannya”.
2. Munculnya konflik keberterimaan tahlil oleh berbagai kelompok yg
menolaknya sebenarnya hanya terjadi pada tingkat elit kelompok tersebut.
Sementara ditingkat bawah tradisi tahlil tetap dilaksanakan, baik oleh
massa dari kelompok yg membolehkannya juga massa dari kelompok yg
membid’ahkannya.
3. Tahlil merupakan tradisi yg memiliki
dimensi ketuhanan (Hablun minallah) yg mampu memberikan siraman
rohani,ketenangan,kesejukan dan peningkatan keimanan juga memiliki
dimensi social (Hablun minannas) yg mampu menumbuhkan rasa
persaudaraan,persatuan dan kebersamaan. Keyakinan seperti itu
jelas-jelas diungkapkan oleh masyarakat muslim dari berbagai golongan
baik kaum konservatif, modernis, dan abangan.
= > Selama ini
mungkin telah bertebaran persepsi yang terbalik, serampangan juga salah
, dari segelintir kalangan pembenci tahlilan yakni bahwa kaum Muslimin
yang melakukan tahlilan adalah pelaku bid’ah sesat dan mematikan sunnah
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Seakan-akan yang melakukan tahlilan
telah meninggalkan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Sesungguhnya tudingan semacam ini benar-benar keliru. Sebab kalau
dicermati secara seksama dan terperinci, maka sesungguhnya pengamal
tahlilan lah yang lebih banyak dan giat melakukan sunnah dan memotivasi
kaum Muslimin untuk melakukan sunnah. Masyarakat digiring untuk
melakukan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersama-sama
sehingga tercipta sikap kepedulian hingga persatuan kaum Muslimin.
Misalnya ketika mengadakan kegiatan tahlilan yang telah menjadi
kebiasaan di masyarakat Muslim maka sesungguhnya mereka telah
membiasakan diri dengan sunnah-sunnah sebagai berikut :
1.
Masyarakat berkumpul dalam sebuah majelis dzikir, perhatikan bukankah
ini memang sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam ?. Banyak hadits
yang masyhur tentang hal ini, misalnya :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ
الجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ
الذِّكْرِ
“Sesungguhnya Nabi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam pernah bersabda : apabila kalian berjalan ke taman surga maka
bergabunglah kalian”, para sahabat bertanya : “apa itu taman surga
(riyadlul jannah) ?”, Nabi menjawab : “perkumpulan dzikir”.
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ
الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ
السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah
sekelompok orang berkumpul dan berdzikir kepada Allah kecuali mereka
dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada
mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang
mulia”.
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوا يَذْكُرُونَ اللهَ، لَا
يُرِيدُونَ بِذَلِكَ إِلَّا وَجْهَهُ، إِلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ
السَّمَاءِ: أَنْ قُومُوا مَغْفُورًا لَكُمْ، قَدْ بُدِّلَتْ
سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ
“tidaklah sebuah qaum berkumpul
berdzikir kepada Allah, karena mereka tiada menginginkan dengan hal itu
kecuali keridlaan Allah, maka malaikat akan menyeru dari langit, bahwa
berdirilah kalian dengan pengampunan bagi kalian, sungguh keburukan
kalian telah digantikan dengan kebaikan”.
Allah Subhanahu wa
Ta’alaa berfirman ;
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِياماً
وَقُعُوداً وَعَلى جُنُوبِهِمْ
“(yaitu) orang-orang yang
berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring” (QS. Ali Imran : 3)
Ayat ini berkorelasi dengan
hadits sebelumnya, yakni juga bermakna majelis dzikir. Itu karena frasa
“yadzkuruuna atau mereka berdzikir” adalah dengan lafadz jama’. Artinya
berdzikir bersama-sama.
2. Membaca al-Qur’an
Membaca
al-Qur’an merupakan amaliyah yang bisa di baca kapan saja juga termasuk
daripada dzikir, dan ini lah yang juga dibiasakan dibaca ketika
tahlilan. Masyarakat digiring untuk bersama-sama membaca al-Qur’an,
lebih itu masyarakat juga di ajarkan kepedualian terhadap yang meninggal
dengan menghadiahkan pahalanya kepada orang mati. Hal ini, disamping di
tuntut keikhlasan dari yang membaca, juga bagi yang mengajaknya
terdapat pahala tersendiri, sebab tiada yang sia-sia ketika mengajak
kepada kebaikan.
Surah-surah yang dibaca adalah surah-surah
yang memang mudah untuk dibaca oleh masyarakat awam sekalipun sehingga
tidak memberatkan atau memudahkan mereka. Misalnya membaca beberapa ayat
pada surah al-Baqarah, al-Ikhlas, an-Nas, al-Falaq, Yasiin, dan lain
sebagainya. Semua ayat-ayat ini mudah dibaca, sedangkan Allah berfirman :
فَاقْرَؤُا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
“maka bacalah
oleh kalian apa yang mudah dari al-Qur’an” (QS. Al-Muzammil : 20)
Disamping itu banyak fadlilah membaca al-Qur’an, diantaranya sebagaiman
yang Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam sabdakan :
اقْرَءُوا
الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ،
اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ، وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ،
فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ،
أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ
صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا، اقْرَءُوا سُورَةَ
الْبَقَرَةِ، فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ، وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ، وَلَا
تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ
“bacalah oleh kalian al-Qur’an,
karena ia akan datang pada hari kiamat kepada pembaca-pembacanya.
Bacalah oleh kalian Az-Zahrawayn yakni Surah al-Baqarah dan surah Ali
Imran, karena sungguh keduanya akan datang pada hari Qiamat laksana dua
gumpalan awan atau laksana dua cahaya yang menyinari atau laknna dua
kelompok burung yang (saling) membentangnya sayapnya dimana akan menjadi
pembela bagi pembaca keduanya, bacalah surah al-Baqarah karena
mengambilnya merupakan keberkahan, dan meninggalkannya mendapat
penyesalan, sedangkan para tukang sihir tidak akan mempan dengannya”.
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda :
مثل
المؤمن الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ: كَالأُتْرُجَّةِ،
طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ، وَالمُؤْمِنُ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ
القُرْآنَ، وَيَعْمَلُ بِهِ: كَالتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ
لَهَا، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ: كَالرَّيْحَانَةِ
رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَ
يَقْرَأُ القُرْآنَ: كَالحَنْظَلَةِ، طَعْمُهَا مُرٌّ - أَوْ خَبِيثٌ -
وَرِيحُهَا مُرٌّ
“perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an dan
mengamalkan al-Qur’an, seperti buah Utrujah, rasa dan baunya enak. Orang
mukmin yang tidak membaca al-Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan
buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma. Orang munafik yang
membaca al-Qur’an adalah bagaikan royhanah, baunya menyenangkan namun
rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca al-Qur’an bagaikan
hanzholah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak”.
Juga sabda Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam :
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ
إِذَا دَخَلَ الْجَنَّةَ اقْرَأْ وَاصْعَدْ، فَيَقْرَأُ وَيَصْعَدُ بِكُلِّ
آيَةٍ دَرَجَةً حَتَّى يَقْرَأَ آخِرَ شَيْءٍ مَعَهُ
“kelak akan
dikatakan kepada shahibul Qur’an (pembaca al-Qur’an) ketika memasuki
surga, bacalah kemudian naiklah (derajat), maka kemudian ia membacanya
dan naiklah derajatnya dengan tiap-tiap ayat hingga sampai ayat terakhir
yang ia baca”
Selain banyaknya fadlilah berdasarkan keumuman sabda
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam diatas, juga masing-masing surah
dalam al-Qur’an memiliki fadliyah tertentu, seperti surah al-Fatihah
yang juga dibaca pada kegiatan tahlilan, dimana diantara fadlilahnya
adalah :
قُلْتُ لَهُ: «أَلَمْ تَقُلْ لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً
هِيَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِي القُرْآنِ ، قَالَ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
العَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ المَثَانِي، وَالقُرْآنُ العَظِيمُ الَّذِي
أُوتِيتُهُ
“Aku (Abu Sa’ad al-Mu’alla) bertanya (kembali)
kepada Rasulullah : “bukankah tadi engkau berkata : aku akan mengajarkan
kamu surah yang paling agung didalam al-Qur’an ?, Rasulullah bersabda :
“al-Hamdulillahi Rabbil ‘alamiin (al-Fatihah), ia adalah As-Sab’u
al-Matsani dan al-Qur’an yang agung yang telah diberikan”.
Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda :
قَالَ: " أَلَا
أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُورَةٍ فِي
الْقُرْآنِ؟ " قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: " اقْرَأِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى تَخْتِمَهَا
“Maukah engkau aku khabarkan wahai Abdullah bin Jabir tentang surah yang
paling bagus didalam al-Qur’an ?, aku (Jabir) berkata : “Iya wahai
Rasulullah”, kemudian Rasulullah bersada : “bacalah al-Hamdulillahi
rabbil ‘alamii hingga selesai (al-Fatihah)”.
Kemudian juga
sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang juga terkait dengan surah
al-Baqarah :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بَيْنَمَا جِبْرِيلُ
قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعَ
نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ، فَقَالَ: " هَذَا بَابٌ مِنَ
السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ،
فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الْأَرْضِ
لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ، فَسَلَّمَ، وَقَالَ: أَبْشِرْ
بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ: فَاتِحَةُ
الْكِتَابِ، وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ
مِنْهُمَا إِلَّا أُعْطِيتَهُ
“dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata :
“ketika Jibril duduk di samping Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam,
mendengar suara dari atasnya, seraya mengangkat kepalanya, kemudian
berkata : “pintu ini berasal dari langit yang dibuka pada hari ini yang
belum pernah di buka kecuali hari ini, kemudian seorang malaikat turun
dari pintu itu, dan berkata Jibaril : “malaikat ini turun ke bumi yang
tidak pernah turun kecuali hari ini, maka mengucapkan salam dan berkata :
“bergemberilah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu yang tidak
pernah diberikan kepada Nabi sebelum engkau, yakni Fatihatul Kitab
(al-Fatihah) dan ayat-ayat penutup surah al-Baqarah, tidaklah engkau
membaca satu huruf dari kedua surah tersebut kecuali engkau akan diberi
karunia” .
Sebagaimana diketahui bahwa akhir surah al-Baqarah
adalah ayat-ayat yang dibaca ketika tahlilan. Disamping itu juga Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda bahwa setan meninggalkan rumah
yang dibacakan surah al-Baqarah
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ
مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ
فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“janganlah jadikan rumah kalian
sebagai kuburan, karena sesungguhnya syaithan meninggalkan rumah yang
dibacakan didalam surah al-Baqarah”
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ
مَقَابِرَ، وَإِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ
الْبَقَرَةِ، لَا يَدْخُلُهُ الشَّيْطَانُ
“sesungguhnya rumah
yang dibacakan didalam surah al-Baqarah, niscaya tidak akan dimasuki
oleh syaithan”
Ayat Kursiy juga merupakan ayat al-Qur’an yang
dibaca ketika tahlilan :
قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي
أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ: اللهُ
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ . قَالَ: فَضَرَبَ فِي
صَدْرِي، وَقَالَ: «وَاللهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “wahai Abul
Mundzir, tahukah engkau sebuah ayat dari Kitabullah (al-Qur’an) yang
paling agung ?, Abul Munzir berkata : “aku berkata : Allahu Laa Ilaaha
Illaa Huwal Hayyum Qayyum (al-Baqarah : 255)”, kemudian Rasulullah
menepuk pundakku”, dan beliau bersabda : “semoga Allah mempermudahkan
ilmu bagimu wahai Abul Mundzir”.
Didalam Tahlilan juga ada
surah al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas :
قَالُوا: وَكَيْفَ يَقْرَأْ
ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ
الْقُرْآنِ
“Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
tidakkah salah satu dari kalian mampu membaca pada malam hari seperti
tiga al-Qur’an ? sahabat berkata : bagaimana membaca sepertiga al-Qur’an
? Rasulullah menjawab : “Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas) setara dengan
sepertiga al-Qur’an.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَقْبَلْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ رَجُلًا
يَقْرَأُ: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَجَبَتْ . قُلْتُ: مَا
وَجَبَتْ؟ قَالَ: الجَنَّةُ
“Dari Abub Hurairah, ia berkata :
aku datang bersama Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, kemudian
mendengar seorang laki-laki membaca Qul Huwallahu Ahad (surah
al-Ikhlas), maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
“wajib”, aku berkata ; “wajib apa ?”, Rasulullah bersabda : “Surga”.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ: بَيْنَا أَنَا
أَقُودُ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاحِلَتَهُ
فِي غَزْوَةٍ إِذْ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ، ثُمَّ
قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ، فَقَالَهَا الثَّالِثَةَ،
فَقُلْتُ: مَا أَقُولُ؟، فَقَالَ: «قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ» فَقَرَأَ
السُّورَةَ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ: «قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ
الْفَلَقِ» وَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ «قُلْ
أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ» فَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ
قَالَ: «مَا تَعَوَّذَ بِمِثْلِهِنَّ أَحَدٌ»
“dari Uqbah bin
Amir al-Juhani, ia berkata : ketika aku menuntun kendaraan Rasulullah
Shallallahu 'alayhi wa sallam dalam sebuah peperangan, tiba-tiba beliau
berkata: "Wahai Uqbah, ucapkanlah," aku pun mendengarkan, kemudian
beliau berkata (lagi): "Wahai Uqbah, ucapkanlah," aku pun mendengarkan.
Dan beliau mengatakannya sampai tiga kali, lalu aku bertanya: "Apa yang
aku ucapkan ?" Beliau pun bersabda : “ucapkanlah Qul Huwallahu Ahad
(al-Ikhlas), kemudian membacanya sampai akhir , kemudian membaca Qul
A’udu bi-Rabill Falaq (al-Falaq), , kemudian membacanya sampai akhir,
kemudian membacanya Qul A’udzu bi-Rabbin Nass (an-Nas), kemudian aku
membacanya sampai selesai, kemudian beliau bersabda : “tidak ada seorang
pun yang berlindung seumpama orang yang berlindung dengannya”.
Dan masih banyak lagi bacaan-bacaan yang terkait al-Qur’an yakni surah
al-Qur’an ataupun ayat al-Qur’an yang ada pada tahlilan dimana
masing-masing memiliki keutamaan tersendiri. Tentunya tidak mungkin
disebutkan dalam tulisan singkat ini.
3. Membaca Shalawat
Membaca shalawat sangat dianjurkan, apalagi pada sebuah majelis dzikir
seperti tahlilan, dan banyaknya fadliyah yang terkandung didalamnya,
seperti misalnya sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ
صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ
دَرَجَاتٍ
“barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali
niscaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali, digugurkan sepuluh
kesalahan-kesalahannya, dan di angkat sebanyak 10 derajat baginya”
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا ثُمَّ تَفَرَّقُوا عَنْ غَيْرِ صَلَاةٍ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا تَفَرَّقُوا عَلَى
أَنْتَنِ مِنْ رِيحِ الْجِيفَةِ
“tidaklah duduk sebuah qaum
kemudian mereka perpisah tanpa bershalawat kepada Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam kecuali mereka berpisah membawa yang lebih buruk dari
bangkai”
أوْلى النَّاسِ بي يَوْمَ القِيامَةَ أَكْثَرُهُمْ
عَليَّ صَلاةً
Nabi bersabda : “manusia yang paling utama pada
hari qiyamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku”.
لا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيداً وَصَلُّوا عليَّ، فإنَّ صَلاتَكُمْ
تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“janganlah kalian jadikan kuburku
sebagai ‘ied dan bershalawatlah kepadaku, sebab sungguh shalawat kalian
sampai kepadaku seketika kalian berada”
3. Membaca Do’a.
Membaca doa sangat dianjurkan, apalagi berdo’a kebaikan untuk saudaranya
baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Ditambah lagi
dilakukan secara bersama-sama maka itu lebih dekat di ijabah. Allah
Subhanahu wa Ta’alaa berfirman :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي
أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ak-Mu’miin : 60)
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ
فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ
رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin
dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hasyr : 10)
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ
وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada
Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu
dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah
mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal” (QS. Muhammad :
19)
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan
kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari terjadinya
hisab (hari kiamat)". (QS. Ibrahim : 41)
Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو
لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi
saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat
akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ
رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ
الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa
seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya
adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada
malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan
untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan,
“Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu”
عَنْ أَبِي
بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، قَالَ: إِنَّ دَعْوَةَ الْأَخِ فِي اللَّهِ
تُسْتَجَابُ
“dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia berkata : sungguh
mendo’akan saudaranya karena Allah adalah mustajab”
4. Membaca
Dzikir –Dzikir yang lain.
Dzikir-dzikir lainnya semisal tasybih,
tahmid, tahlil, takbir, dan lain sebagainya. Telah banyak tersebar
mengenai faidah-faidanya. Inilah juga yang dibiasakan didalam tahlilan,
maka betapa banyak faidah yang didapat oleh mereka yang senantiasa
membacanya apalagi dilakukan bersama-sama. Nabi shallallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda :
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ: " مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ
وَبِحَمْدِهِ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الجَنَّةِ
“barangsiapa
yang mengucapkan : “Subhanallahil ‘Adhim wa Bihamdih” ditanamkan
baginya sebatang pohon kurma di surga”.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، فِي
يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، حُطَّتْ خَطَايَاهُ، وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ
البَحْرِ
“barangsiapa yang mengucapkan “Subhanallah wa
bi-Hamdih” didalam sehari sebanyak seratus kali, niscaya dihapuas
seratus kali kesalahan walaupun laksana buih di lautan”.
عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " كَلِمَتَانِ
خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ
إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ، سُبْحَانَ اللَّهِ
وَبِحَمْدِهِ
“dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau
bersabda : “dua kalian yang ringan di lisan (diucapkan), keduanya berat
di timbangan dihadapan Yang Maha Penyayang, yakni Subhanallahil ‘Adhim,
Subhanallahi wa bi-Hamdihi”.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ،
ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، سُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “dua kalian yang ringan di
lisan (diucapkan), keduanya berat di timbangan serta dicintai oleh Yang
Maha Penyayang, yakni Subhanallahi wa bi-Hamdihi, Subhanallaahil
‘Adhim”.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَأَنْ أَقُولَ سُبْحَانَ اللهِ،
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ،
أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
“Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : sungguh jika aku mengucapkan
Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illalla wa Allahu Akbar, lebih
disukai bagiku daripada disinari oleh terbitnya mentari”.
مَنْ
قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، عَشْرَ
مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ
إِسْمَاعِيلَ
“barangsiapa yang mengucapkan : “laa ilaaha
ilallaahu wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa
‘alaa kullli syay-in qadiir”, sebanyak sepuluh kali maka ia seperti
orang yang memerdekakan budak empat jiwa seperti keturunan Nabi Ismail”
قَالَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ: أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ
مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ، فَقُلْتُ: بَلَى، يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: "
قُلْ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, wahai Abdullah bin Qays, mau
engkau ku tunjukkan pembendaharaan surga ?, maka aku (Ibnu Qays) berkata
: iya wahai Rasulullah”, kemudian Rasulullah berkata : “katakanlah,
“Laa Hawla wa Laa Quwwata Ilaa Billaah”.
عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُسَيَّبِ؛ أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ، فِي الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ:
أَنَّهَا قَوْلُ الْعَبْدِ: اللهُ أَكْبَرُ. وَسُبْحَانَاللهِ.
وَالْحَمْدُ للهِ. وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ
إِلاَّ بِاللهِ.
“kalimat-kalimat yang bagus yakni ucapan
seorang hamba : “Subhanallah, al-Hamdulillah, laa ilaaha illaa Allah,
laa hawla wa laa quwwata ilaa billah”.
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اسْتَكْثِرُوا مِنَ الْبَاقِيَاتِ
الصَّالِحَاتِ» قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:
«الْمِلَّةُ» ، قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:
«الْمِلَّةُ» ، قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:
التَّكْبِيرُ، وَالتَّهْلِيلُ، وَالتَّسْبِيحُ، وَالتَّحْمِيدُ، وَلَا
حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda : perbanyaklah kalian dengan kalimat-kalimat
yang baik, dikatakan “apa itu wahai Rasulullah ?, beliau menjawab
“al-Millah”, dikatakan lagi “apa itu wahai Rasulullah ?”, beliau
menjawab : “al-Millah”, dikatakan lagi : “apa itu wahai Rasulullah ?”,
beliau menjawab : “Takbir, Tahlil, Tasbih, Tahmid, dan Laa Hawlaa wa laa
Qawwata ilaa billaah”.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَحَبُّ
الْكَلَامِ إِلَى اللهِ أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. لَا يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ
بَدَأْتَ
“perkataan yang paling dicintai oleh Allah adalah
empat yakni “Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illallaahu wa
Allahu Akbar”, tidak masalah bagimu memulai dari yang mana saja”.
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ
إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: عَلِّمْنِي
كَلَامًا أَقُولُهُ، قَالَ: " قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا،
سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا
بِاللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ " قَالَ: فَهَؤُلَاءِ لِرَبِّي، فَمَا لِي؟
قَالَ: قُلْ: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي
“dari Mush’ab bi Sa’d, dari ayahnya, ia berkata : seorang arab
datang kepada Rasulullah seraya berkata : “ajarkanlah kepadaku ucapakan
untuk aku baca”, Rasulullah bersabda : katakanlah “laa ilaaha illaLlaah
wahdahu laa syariyka lah, Allahu Akbar Kabiiran, wal Hamdulillahi
Katsiran, Subhanallahi Rabbil ‘Alamiin, Laa Hawla wa laa Quwwata illaa
bil-Laahil ‘Azizil Hakiim”, seorang Arab tersebut berkata : semua itu
untuk Rabb-ku, namun mana untukku ?”, Rasullah bersabda : “katakanlah
“Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah petunjuk kepadaku dan
limpahkanlah rizki kepadaku”.
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الحَمْدُ لِلَّهِ
“dzikir
yang utama adalah Laa ilaaha Ilallahu, sedangkan do’a yang paling utama
adalah al-Hamdulillah”.
5. Mempererat Shilaturahim.
Disamping mengamalkan berbagai macam bacaan diatas, didalam tahlilan
juga sebagai sarana shilaturahim antara kaum muslimin, baik kerabat atau
pun tetangga, sehingga tercipta ikatan yang lebih erat, disamping rasa
kepedulian sesama muslimin. Allah subhanahu wa Ta’alaa berfirman :
وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
“Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain , dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisaa’ : 1)
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ
مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ
سُوءَ الْحِسَابِ
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa
yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada
Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk." (QS Ar-Ra’d : 21).
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي
أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“barangsiapa yang menginginkan
diperluas rizkinya dan dimakmurkan usianya, maka sambunglah
shilaturahim”
قَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا
السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا
بِاللَّيْلِ، وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Rasulullah bersabda : wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah
makanan, sambunglah kasih sayang (lakukanlah shilaturahim), shalatlah
dimalam hari dimana manusia sedang tertidur, niscaya kalian akan masuk
surga dengan selamat”.
6. Persatuan – Persaudaraan Sesama
Muslim.
Dengan senantiasa bershilaturahim apalagi bersama-sama
dengan masyarakat muslim, maka akan dengan mudah tercipta persatuan
diantara kaum muslimin. Hal itu dikarenakan efek dari kebaikan, rasa
solidaritas, serta kerelaan seorang muslim untuk mendo’akan saudaranya
muslim lainnya, juga shilaturahim yang dilakukan. Berbuat demikian, akan
semakin menampakkan rasa persaudaraan sesama Muslim, dimana berulang
kali ditegaskan bahwa sesama muslim adalah bersaudara :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman
itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujuraat : 10)
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“orang mukmin bagi
mukmi lainnya seperti sebuah bagunan dimana sebagiannya menguatkan
bagian lainnya”
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ،
وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى
لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan
orang-orang yang mukmin didalam hal kasih sayang, rahmat dan kelemah
lembutan laksana satu tubuh jika salah satu bagian tubuh merasa sakit
maka seluruh tubuh ikut merasakannya dengan panas dan demam”.
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“seorang muslim adalah orang yang memberikan rasa selamat kepada muslim
lainnya dari lisannya dan tangannya”.
Dengan menyadari hal ini,
maka tidak akan mudah menyakiti sesama muslim dengan berbagai
tuduhan-tudahan yang mengiris hati saudaranya.
7. Sebagai
sarana syiar Islam
Tahlilan juga sebagai sarana penyebaran Islam
yang sangat ampuh, disamping juga dalam menampakkan syiar Islam,
sehingga masyarakat muslim terlihat jelas dengan kebiasaan yang ada
dilingkungannya. Syiar seperti inilah yang telah dilakukan oleh para
nenek moyang seperti walisongo dan yang lainnya. Itulah bentuk ketakwaan
yang telah Allah Subhanahu wa Ta’alaa nyatakan didalam al-Qur’an :
وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah , maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. al-Hajj : 32)
9. Shadaqah (menggalakkan shadaqah bagi yang mampu).
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. an-Anfaal :
3)
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا
تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ
“Kamu sekali-kali
tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran : 92)
وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ،
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“shalat adalah nur,
shadaqah adalah bukti (burhan), shabar adalah sinar, dan al-Qur’an
adalah hujjah bagimu atau terhadapmu”.
10. Terkait dengan
memulyakan tamu (ikramudl dlaif) : dalam rangka memulyakan (menghormati)
tamu yang hadir, biasanya tuan rumah menghidangkan beberapa makanan
ringan, motivasi seperti ini merupakan anjuran sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ،
“barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka mulyakanlah tamunya”.
11. Niat baik dan ucapan yang baik : tujuan-tujuan melakukan tahlilan
tentunya tidak lepas dari niat shalih, baik dari sisi tuan rumah seperti
dalam rangka mengajak kaum muslimin untuk mendo’akan saduaranya yang
meninggal dunia, menghormati tamu, menshadaqahkan hartanya sendiri yang
pahalanya dihadiahkan untuk keluarganya yang meninggal dan lain
sebagainya. Ataupun dari sisi kaum muslimin yang hadir, juga dalam
rangka mendo’akan saudaranya yang telah meninggal, memenuhi undangan,
menghibur keluarga almarhum dan lain sebagainya. Niat baik inilah yang
dinilai serta apa yang diucapkan tidak akan pernah sia-sia, sebagaimana
sabda Nabi shallalllahu ‘alayhi wa sallam :
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“sesungguhnya amal-amal tergantung
dengan niatnya”
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ
وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ
يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ
هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ
حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ
هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ
حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا
اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya Allah mencatat
kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan, kemudian menjelakan yang
demikian, maka barangsiapa yang berkeinginan melakukan kebaikan namun
tidak sampai melakukannya niscaya Allah akan mencatatkan untuknya
kebaikan yang sempurna, maka jika ia berkeinginan dengannya kemudian
melakukannya niscaya Allah akan mencatatkan untuknya sepuluh macam
kebaikan sampai 700 kali lipat kemudian hingga berlipat-lipat yang
banyak ; barangsiapa yang berkeinginan melakukan keburukan namun ia
tidak mengerjakannya niscaya Allah mencatatkan untuknya kebaikan yang
sempurna, namun jika ia mengerjakannya niscaya Allah mencatatkan
untuknya satu macam keburukan”.
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا
لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir” (QS. al-Qaaf : 18)
مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ
فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعاً إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ
وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Barangsiapa yang menghendaki
kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah
naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”
(QS. al-Fathir : 10)
12. Dan lain sebagainya, yang tentunya
tidak ada habis-habisnya kalau satu persatu dirinci keutamaannya, maka
cukup ini saja sebagai petunjuk tentang banyaknya amalan sunnah yang
diamalkan oleh kaum Muslimin yang melakukan tahlilan, maka jika boleh
dipribahasakan adalah :
“SEKALI MENDAYUNG BERIBU-RIBU PULAU
TERLAMPAU”
Oleh Sholeh Punya & Tim Aswaja Nu Center
(asnuter) Kab, Ngawi
• Tawassul
• Ziarah Qubur
1.Tahlil dan Dzikir Jamaah
Tahlil adalah shighat masdar dari fi’il madly hallala yuhallilu tahlilan yang berarti membaca kalimat La ilaha illallah (tiada tuhan yg berhak disembah kecuali Allah). Tahlilan adalah kegiatan yg tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan keagamaan. Disamping itu tahlil juga merupakan salah satu alat mediasi yg paling memenuhi syarat yang bisa dipakai sebagai media keagamaan dan alat pemersatu umat.
Hal ini didasarkan pada beberapa kenyataan sebagai berikut :
1. Secara historis,keberadaan tahlil di Indonesia sudah ada jauh sebelum munculnya berbagai organisasi keagamaan baik yg mendukung atau menolaknya. Pada mulanya tradisi yg sarat dengan tasawuf ini dilakukan di pesantren dan kraton ,namun lambat laun dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia sehingga menjadi tradisi keagamaan yg tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat.
= > TAHLILAN SEJAK DAHULU KALA DAN TERJADI DI MAKKAH DAN MADINAH
Kegiatan yang tidak bertentangan seperti diatas telah diceritakan oleh Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i rahimahullah (salah satu pengarang kitab tafsir Jalalain) sebagai kegiatan yang memang tidak pernah di tinggalkan kaum Muslimin, didalam al-Hawi lil-Fatawi [2/234] disebutkan :
أن سنة الإطعام سبعة أيام، بلغني أنها مستمرة إلى الآن بمكة والمدينة، فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة إلى الآن، وأنهم أخذوها خلفا عن سلف إلى الصدر الأول
“Sesungguhnya sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya amalan ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (yakni masa al-Hafidz sendiri) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini (masa al-Hafidz as-Suyuthi).
Ini sekaligus persaksian (saksi mata) adanya kegiatan tahlilan 7 hari di Makkah dan Madinah sejak dahulu kala. Hal ini kembali di kisahkan oleh al-‘Allamah al-Jalil asy-Syaikh al-Fadlil Muhammad Nur al-Buqis didalam kitab beliau yang khusus membahas kegiatan tahlilan (kenduri arwah) yakni “Kasyful Astaar” dengan menuqil perkataan Imam As-Suyuthi :
أن سنة الإطعام سبعة أيام بلغني و رأيته أنها مستمرة إلى الأن بمكة والمدينة من السنة 1947 م إلى ان رجعت إلى إندونيسيا فى السنة 1958 م. فالظاهر انها لم تترك من الصحابة إلى الأن وأنهم أخذوها خلفاً عن سلف إلى الصدر الإول. اه. وهذا نقلناها من قول السيوطى بتصرفٍ. وقال الإمام الحافظ السيوطى : وشرع الإطعام لإنه قد يكون له ذنب يحتاج ما يكفرها من صدقةٍ ونحوها فكان فى الصدقةِ معونةٌ لهُ على تخفيف الذنوب ليخفف عنه هول السؤل وصعوبة خطاب الملكين وإغلاظهما و انتهارهما.
“Sungguh sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai informasi kepadaku dan aku menyaksikan sendiri bahwa hal ini (kenduri memberi makan 7 hari) berkelanjutan sampai sekarang di Makkah dan Madinah (tetap ada) dari tahun 1947 M sampai aku kembali Indonesia tahun 1958 M. Maka faktanya amalan itu memang tidak pernah di tinggalkan sejak zaman sahabat nabi hingga sekarang, dan mereka menerima (memperoleh) cara seperti itu dari salafush shaleh sampai masa awal Islam. Ini saya nukil dari perkataan Imam al-Hafidz as-Suyuthi dengan sedikit perubahan. al-Imam al-Hafidz As-Suyuthi berkata : “disyariatkan memberi makan (shadaqah) karena ada kemungkinan orang mati memiliki dosa yang memerlukan sebuah penghapusan dengan shadaqah dan seumpamanya, maka jadilah shadaqah itu sebagai bantuan baginya untuk meringankan dosanya agar diringankan baginya dahsyatnya pertanyaan kubur, sulitnya menghadapi menghadapi malaikat, kebegisannyaa dan gertakannya”.
2. Munculnya konflik keberterimaan tahlil oleh berbagai kelompok yg menolaknya sebenarnya hanya terjadi pada tingkat elit kelompok tersebut. Sementara ditingkat bawah tradisi tahlil tetap dilaksanakan, baik oleh massa dari kelompok yg membolehkannya juga massa dari kelompok yg membid’ahkannya.
3. Tahlil merupakan tradisi yg memiliki dimensi ketuhanan (Hablun minallah) yg mampu memberikan siraman rohani,ketenangan,kesejukan dan peningkatan keimanan juga memiliki dimensi social (Hablun minannas) yg mampu menumbuhkan rasa persaudaraan,persatuan dan kebersamaan. Keyakinan seperti itu jelas-jelas diungkapkan oleh masyarakat muslim dari berbagai golongan baik kaum konservatif, modernis, dan abangan.
= > Selama ini mungkin telah bertebaran persepsi yang terbalik, serampangan juga salah , dari segelintir kalangan pembenci tahlilan yakni bahwa kaum Muslimin yang melakukan tahlilan adalah pelaku bid’ah sesat dan mematikan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Seakan-akan yang melakukan tahlilan telah meninggalkan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Sesungguhnya tudingan semacam ini benar-benar keliru. Sebab kalau dicermati secara seksama dan terperinci, maka sesungguhnya pengamal tahlilan lah yang lebih banyak dan giat melakukan sunnah dan memotivasi kaum Muslimin untuk melakukan sunnah. Masyarakat digiring untuk melakukan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersama-sama sehingga tercipta sikap kepedulian hingga persatuan kaum Muslimin. Misalnya ketika mengadakan kegiatan tahlilan yang telah menjadi kebiasaan di masyarakat Muslim maka sesungguhnya mereka telah membiasakan diri dengan sunnah-sunnah sebagai berikut :
1. Masyarakat berkumpul dalam sebuah majelis dzikir, perhatikan bukankah ini memang sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam ?. Banyak hadits yang masyhur tentang hal ini, misalnya :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ
“Sesungguhnya Nabi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda : apabila kalian berjalan ke taman surga maka bergabunglah kalian”, para sahabat bertanya : “apa itu taman surga (riyadlul jannah) ?”, Nabi menjawab : “perkumpulan dzikir”.
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dan berdzikir kepada Allah kecuali mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang mulia”.
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوا يَذْكُرُونَ اللهَ، لَا يُرِيدُونَ بِذَلِكَ إِلَّا وَجْهَهُ، إِلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَنْ قُومُوا مَغْفُورًا لَكُمْ، قَدْ بُدِّلَتْ سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ
“tidaklah sebuah qaum berkumpul berdzikir kepada Allah, karena mereka tiada menginginkan dengan hal itu kecuali keridlaan Allah, maka malaikat akan menyeru dari langit, bahwa berdirilah kalian dengan pengampunan bagi kalian, sungguh keburukan kalian telah digantikan dengan kebaikan”.
Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman ;
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِياماً وَقُعُوداً وَعَلى جُنُوبِهِمْ
“(yaitu) orang-orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring” (QS. Ali Imran : 3)
Ayat ini berkorelasi dengan hadits sebelumnya, yakni juga bermakna majelis dzikir. Itu karena frasa “yadzkuruuna atau mereka berdzikir” adalah dengan lafadz jama’. Artinya berdzikir bersama-sama.
2. Membaca al-Qur’an
Membaca al-Qur’an merupakan amaliyah yang bisa di baca kapan saja juga termasuk daripada dzikir, dan ini lah yang juga dibiasakan dibaca ketika tahlilan. Masyarakat digiring untuk bersama-sama membaca al-Qur’an, lebih itu masyarakat juga di ajarkan kepedualian terhadap yang meninggal dengan menghadiahkan pahalanya kepada orang mati. Hal ini, disamping di tuntut keikhlasan dari yang membaca, juga bagi yang mengajaknya terdapat pahala tersendiri, sebab tiada yang sia-sia ketika mengajak kepada kebaikan.
Surah-surah yang dibaca adalah surah-surah yang memang mudah untuk dibaca oleh masyarakat awam sekalipun sehingga tidak memberatkan atau memudahkan mereka. Misalnya membaca beberapa ayat pada surah al-Baqarah, al-Ikhlas, an-Nas, al-Falaq, Yasiin, dan lain sebagainya. Semua ayat-ayat ini mudah dibaca, sedangkan Allah berfirman :
فَاقْرَؤُا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
“maka bacalah oleh kalian apa yang mudah dari al-Qur’an” (QS. Al-Muzammil : 20)
Disamping itu banyak fadlilah membaca al-Qur’an, diantaranya sebagaiman yang Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam sabdakan :
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ، اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ، وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ، فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا، اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ، فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ، وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ، وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ
“bacalah oleh kalian al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat kepada pembaca-pembacanya. Bacalah oleh kalian Az-Zahrawayn yakni Surah al-Baqarah dan surah Ali Imran, karena sungguh keduanya akan datang pada hari Qiamat laksana dua gumpalan awan atau laksana dua cahaya yang menyinari atau laknna dua kelompok burung yang (saling) membentangnya sayapnya dimana akan menjadi pembela bagi pembaca keduanya, bacalah surah al-Baqarah karena mengambilnya merupakan keberkahan, dan meninggalkannya mendapat penyesalan, sedangkan para tukang sihir tidak akan mempan dengannya”.
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda :
مثل المؤمن الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ: كَالأُتْرُجَّةِ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ، وَالمُؤْمِنُ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ، وَيَعْمَلُ بِهِ: كَالتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ لَهَا، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ: كَالرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ: كَالحَنْظَلَةِ، طَعْمُهَا مُرٌّ - أَوْ خَبِيثٌ - وَرِيحُهَا مُرٌّ
“perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan al-Qur’an, seperti buah Utrujah, rasa dan baunya enak. Orang mukmin yang tidak membaca al-Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma. Orang munafik yang membaca al-Qur’an adalah bagaikan royhanah, baunya menyenangkan namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca al-Qur’an bagaikan hanzholah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak”.
Juga sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ إِذَا دَخَلَ الْجَنَّةَ اقْرَأْ وَاصْعَدْ، فَيَقْرَأُ وَيَصْعَدُ بِكُلِّ آيَةٍ دَرَجَةً حَتَّى يَقْرَأَ آخِرَ شَيْءٍ مَعَهُ
“kelak akan dikatakan kepada shahibul Qur’an (pembaca al-Qur’an) ketika memasuki surga, bacalah kemudian naiklah (derajat), maka kemudian ia membacanya dan naiklah derajatnya dengan tiap-tiap ayat hingga sampai ayat terakhir yang ia baca”
Selain banyaknya fadlilah berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam diatas, juga masing-masing surah dalam al-Qur’an memiliki fadliyah tertentu, seperti surah al-Fatihah yang juga dibaca pada kegiatan tahlilan, dimana diantara fadlilahnya adalah :
قُلْتُ لَهُ: «أَلَمْ تَقُلْ لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِي القُرْآنِ ، قَالَ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ المَثَانِي، وَالقُرْآنُ العَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ
“Aku (Abu Sa’ad al-Mu’alla) bertanya (kembali) kepada Rasulullah : “bukankah tadi engkau berkata : aku akan mengajarkan kamu surah yang paling agung didalam al-Qur’an ?, Rasulullah bersabda : “al-Hamdulillahi Rabbil ‘alamiin (al-Fatihah), ia adalah As-Sab’u al-Matsani dan al-Qur’an yang agung yang telah diberikan”.
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda :
قَالَ: " أَلَا أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ؟ " قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: " اقْرَأِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى تَخْتِمَهَا
“Maukah engkau aku khabarkan wahai Abdullah bin Jabir tentang surah yang paling bagus didalam al-Qur’an ?, aku (Jabir) berkata : “Iya wahai Rasulullah”, kemudian Rasulullah bersada : “bacalah al-Hamdulillahi rabbil ‘alamii hingga selesai (al-Fatihah)”.
Kemudian juga sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang juga terkait dengan surah al-Baqarah :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ، فَقَالَ: " هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ، فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الْأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ، فَسَلَّمَ، وَقَالَ: أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ: فَاتِحَةُ الْكِتَابِ، وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّا أُعْطِيتَهُ
“dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : “ketika Jibril duduk di samping Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, mendengar suara dari atasnya, seraya mengangkat kepalanya, kemudian berkata : “pintu ini berasal dari langit yang dibuka pada hari ini yang belum pernah di buka kecuali hari ini, kemudian seorang malaikat turun dari pintu itu, dan berkata Jibaril : “malaikat ini turun ke bumi yang tidak pernah turun kecuali hari ini, maka mengucapkan salam dan berkata : “bergemberilah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu yang tidak pernah diberikan kepada Nabi sebelum engkau, yakni Fatihatul Kitab (al-Fatihah) dan ayat-ayat penutup surah al-Baqarah, tidaklah engkau membaca satu huruf dari kedua surah tersebut kecuali engkau akan diberi karunia” .
Sebagaimana diketahui bahwa akhir surah al-Baqarah adalah ayat-ayat yang dibaca ketika tahlilan. Disamping itu juga Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda bahwa setan meninggalkan rumah yang dibacakan surah al-Baqarah
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“janganlah jadikan rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya syaithan meninggalkan rumah yang dibacakan didalam surah al-Baqarah”
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، وَإِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ، لَا يَدْخُلُهُ الشَّيْطَانُ
“sesungguhnya rumah yang dibacakan didalam surah al-Baqarah, niscaya tidak akan dimasuki oleh syaithan”
Ayat Kursiy juga merupakan ayat al-Qur’an yang dibaca ketika tahlilan :
قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ: اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ . قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي، وَقَالَ: «وَاللهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “wahai Abul Mundzir, tahukah engkau sebuah ayat dari Kitabullah (al-Qur’an) yang paling agung ?, Abul Munzir berkata : “aku berkata : Allahu Laa Ilaaha Illaa Huwal Hayyum Qayyum (al-Baqarah : 255)”, kemudian Rasulullah menepuk pundakku”, dan beliau bersabda : “semoga Allah mempermudahkan ilmu bagimu wahai Abul Mundzir”.
Didalam Tahlilan juga ada surah al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas :
قَالُوا: وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : tidakkah salah satu dari kalian mampu membaca pada malam hari seperti tiga al-Qur’an ? sahabat berkata : bagaimana membaca sepertiga al-Qur’an ? Rasulullah menjawab : “Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas) setara dengan sepertiga al-Qur’an.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَقْبَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَجَبَتْ . قُلْتُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: الجَنَّةُ
“Dari Abub Hurairah, ia berkata : aku datang bersama Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, kemudian mendengar seorang laki-laki membaca Qul Huwallahu Ahad (surah al-Ikhlas), maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “wajib”, aku berkata ; “wajib apa ?”, Rasulullah bersabda : “Surga”.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ: بَيْنَا أَنَا أَقُودُ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاحِلَتَهُ فِي غَزْوَةٍ إِذْ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ، ثُمَّ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ، فَقَالَهَا الثَّالِثَةَ، فَقُلْتُ: مَا أَقُولُ؟، فَقَالَ: «قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ» فَقَرَأَ السُّورَةَ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ: «قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ» وَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ «قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ» فَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَالَ: «مَا تَعَوَّذَ بِمِثْلِهِنَّ أَحَدٌ»
“dari Uqbah bin Amir al-Juhani, ia berkata : ketika aku menuntun kendaraan Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam dalam sebuah peperangan, tiba-tiba beliau berkata: "Wahai Uqbah, ucapkanlah," aku pun mendengarkan, kemudian beliau berkata (lagi): "Wahai Uqbah, ucapkanlah," aku pun mendengarkan. Dan beliau mengatakannya sampai tiga kali, lalu aku bertanya: "Apa yang aku ucapkan ?" Beliau pun bersabda : “ucapkanlah Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas), kemudian membacanya sampai akhir , kemudian membaca Qul A’udu bi-Rabill Falaq (al-Falaq), , kemudian membacanya sampai akhir, kemudian membacanya Qul A’udzu bi-Rabbin Nass (an-Nas), kemudian aku membacanya sampai selesai, kemudian beliau bersabda : “tidak ada seorang pun yang berlindung seumpama orang yang berlindung dengannya”.
Dan masih banyak lagi bacaan-bacaan yang terkait al-Qur’an yakni surah al-Qur’an ataupun ayat al-Qur’an yang ada pada tahlilan dimana masing-masing memiliki keutamaan tersendiri. Tentunya tidak mungkin disebutkan dalam tulisan singkat ini.
3. Membaca Shalawat
Membaca shalawat sangat dianjurkan, apalagi pada sebuah majelis dzikir seperti tahlilan, dan banyaknya fadliyah yang terkandung didalamnya, seperti misalnya sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali niscaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali, digugurkan sepuluh kesalahan-kesalahannya, dan di angkat sebanyak 10 derajat baginya”
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا ثُمَّ تَفَرَّقُوا عَنْ غَيْرِ صَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا تَفَرَّقُوا عَلَى أَنْتَنِ مِنْ رِيحِ الْجِيفَةِ
“tidaklah duduk sebuah qaum kemudian mereka perpisah tanpa bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam kecuali mereka berpisah membawa yang lebih buruk dari bangkai”
أوْلى النَّاسِ بي يَوْمَ القِيامَةَ أَكْثَرُهُمْ عَليَّ صَلاةً
Nabi bersabda : “manusia yang paling utama pada hari qiyamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku”.
لا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيداً وَصَلُّوا عليَّ، فإنَّ صَلاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“janganlah kalian jadikan kuburku sebagai ‘ied dan bershalawatlah kepadaku, sebab sungguh shalawat kalian sampai kepadaku seketika kalian berada”
3. Membaca Do’a.
Membaca doa sangat dianjurkan, apalagi berdo’a kebaikan untuk saudaranya baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Ditambah lagi dilakukan secara bersama-sama maka itu lebih dekat di ijabah. Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ak-Mu’miin : 60)
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hasyr : 10)
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal” (QS. Muhammad : 19)
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". (QS. Ibrahim : 41)
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu”
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، قَالَ: إِنَّ دَعْوَةَ الْأَخِ فِي اللَّهِ تُسْتَجَابُ
“dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia berkata : sungguh mendo’akan saudaranya karena Allah adalah mustajab”
4. Membaca Dzikir –Dzikir yang lain.
Dzikir-dzikir lainnya semisal tasybih, tahmid, tahlil, takbir, dan lain sebagainya. Telah banyak tersebar mengenai faidah-faidanya. Inilah juga yang dibiasakan didalam tahlilan, maka betapa banyak faidah yang didapat oleh mereka yang senantiasa membacanya apalagi dilakukan bersama-sama. Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الجَنَّةِ
“barangsiapa yang mengucapkan : “Subhanallahil ‘Adhim wa Bihamdih” ditanamkan baginya sebatang pohon kurma di surga”.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، حُطَّتْ خَطَايَاهُ، وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ
“barangsiapa yang mengucapkan “Subhanallah wa bi-Hamdih” didalam sehari sebanyak seratus kali, niscaya dihapuas seratus kali kesalahan walaupun laksana buih di lautan”.
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ، سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
“dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda : “dua kalian yang ringan di lisan (diucapkan), keduanya berat di timbangan dihadapan Yang Maha Penyayang, yakni Subhanallahil ‘Adhim, Subhanallahi wa bi-Hamdihi”.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “dua kalian yang ringan di lisan (diucapkan), keduanya berat di timbangan serta dicintai oleh Yang Maha Penyayang, yakni Subhanallahi wa bi-Hamdihi, Subhanallaahil ‘Adhim”.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَأَنْ أَقُولَ سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : sungguh jika aku mengucapkan Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illalla wa Allahu Akbar, lebih disukai bagiku daripada disinari oleh terbitnya mentari”.
مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، عَشْرَ مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ
“barangsiapa yang mengucapkan : “laa ilaaha ilallaahu wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘alaa kullli syay-in qadiir”, sebanyak sepuluh kali maka ia seperti orang yang memerdekakan budak empat jiwa seperti keturunan Nabi Ismail”
قَالَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ: أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ، فَقُلْتُ: بَلَى، يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: " قُلْ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, wahai Abdullah bin Qays, mau engkau ku tunjukkan pembendaharaan surga ?, maka aku (Ibnu Qays) berkata : iya wahai Rasulullah”, kemudian Rasulullah berkata : “katakanlah, “Laa Hawla wa Laa Quwwata Ilaa Billaah”.
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ؛ أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ، فِي الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ: أَنَّهَا قَوْلُ الْعَبْدِ: اللهُ أَكْبَرُ. وَسُبْحَانَاللهِ. وَالْحَمْدُ للهِ. وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
“kalimat-kalimat yang bagus yakni ucapan seorang hamba : “Subhanallah, al-Hamdulillah, laa ilaaha illaa Allah, laa hawla wa laa quwwata ilaa billah”.
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اسْتَكْثِرُوا مِنَ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ» قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «الْمِلَّةُ» ، قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «الْمِلَّةُ» ، قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: التَّكْبِيرُ، وَالتَّهْلِيلُ، وَالتَّسْبِيحُ، وَالتَّحْمِيدُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : perbanyaklah kalian dengan kalimat-kalimat yang baik, dikatakan “apa itu wahai Rasulullah ?, beliau menjawab “al-Millah”, dikatakan lagi “apa itu wahai Rasulullah ?”, beliau menjawab : “al-Millah”, dikatakan lagi : “apa itu wahai Rasulullah ?”, beliau menjawab : “Takbir, Tahlil, Tasbih, Tahmid, dan Laa Hawlaa wa laa Qawwata ilaa billaah”.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَحَبُّ الْكَلَامِ إِلَى اللهِ أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. لَا يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ
“perkataan yang paling dicintai oleh Allah adalah empat yakni “Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illallaahu wa Allahu Akbar”, tidak masalah bagimu memulai dari yang mana saja”.
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: عَلِّمْنِي كَلَامًا أَقُولُهُ، قَالَ: " قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ " قَالَ: فَهَؤُلَاءِ لِرَبِّي، فَمَا لِي؟ قَالَ: قُلْ: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي
“dari Mush’ab bi Sa’d, dari ayahnya, ia berkata : seorang arab datang kepada Rasulullah seraya berkata : “ajarkanlah kepadaku ucapakan untuk aku baca”, Rasulullah bersabda : katakanlah “laa ilaaha illaLlaah wahdahu laa syariyka lah, Allahu Akbar Kabiiran, wal Hamdulillahi Katsiran, Subhanallahi Rabbil ‘Alamiin, Laa Hawla wa laa Quwwata illaa bil-Laahil ‘Azizil Hakiim”, seorang Arab tersebut berkata : semua itu untuk Rabb-ku, namun mana untukku ?”, Rasullah bersabda : “katakanlah “Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah petunjuk kepadaku dan limpahkanlah rizki kepadaku”.
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الحَمْدُ لِلَّهِ
“dzikir yang utama adalah Laa ilaaha Ilallahu, sedangkan do’a yang paling utama adalah al-Hamdulillah”.
5. Mempererat Shilaturahim.
Disamping mengamalkan berbagai macam bacaan diatas, didalam tahlilan juga sebagai sarana shilaturahim antara kaum muslimin, baik kerabat atau pun tetangga, sehingga tercipta ikatan yang lebih erat, disamping rasa kepedulian sesama muslimin. Allah subhanahu wa Ta’alaa berfirman :
وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain , dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisaa’ : 1)
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk." (QS Ar-Ra’d : 21).
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“barangsiapa yang menginginkan diperluas rizkinya dan dimakmurkan usianya, maka sambunglah shilaturahim”
قَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ، وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Rasulullah bersabda : wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah kasih sayang (lakukanlah shilaturahim), shalatlah dimalam hari dimana manusia sedang tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat”.
6. Persatuan – Persaudaraan Sesama Muslim.
Dengan senantiasa bershilaturahim apalagi bersama-sama dengan masyarakat muslim, maka akan dengan mudah tercipta persatuan diantara kaum muslimin. Hal itu dikarenakan efek dari kebaikan, rasa solidaritas, serta kerelaan seorang muslim untuk mendo’akan saudaranya muslim lainnya, juga shilaturahim yang dilakukan. Berbuat demikian, akan semakin menampakkan rasa persaudaraan sesama Muslim, dimana berulang kali ditegaskan bahwa sesama muslim adalah bersaudara :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujuraat : 10)
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“orang mukmin bagi mukmi lainnya seperti sebuah bagunan dimana sebagiannya menguatkan bagian lainnya”
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang mukmin didalam hal kasih sayang, rahmat dan kelemah lembutan laksana satu tubuh jika salah satu bagian tubuh merasa sakit maka seluruh tubuh ikut merasakannya dengan panas dan demam”.
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“seorang muslim adalah orang yang memberikan rasa selamat kepada muslim lainnya dari lisannya dan tangannya”.
Dengan menyadari hal ini, maka tidak akan mudah menyakiti sesama muslim dengan berbagai tuduhan-tudahan yang mengiris hati saudaranya.
7. Sebagai sarana syiar Islam
Tahlilan juga sebagai sarana penyebaran Islam yang sangat ampuh, disamping juga dalam menampakkan syiar Islam, sehingga masyarakat muslim terlihat jelas dengan kebiasaan yang ada dilingkungannya. Syiar seperti inilah yang telah dilakukan oleh para nenek moyang seperti walisongo dan yang lainnya. Itulah bentuk ketakwaan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’alaa nyatakan didalam al-Qur’an :
وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah , maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. al-Hajj : 32)
9. Shadaqah (menggalakkan shadaqah bagi yang mampu).
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. an-Anfaal : 3)
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ
“Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran : 92)
وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“shalat adalah nur, shadaqah adalah bukti (burhan), shabar adalah sinar, dan al-Qur’an adalah hujjah bagimu atau terhadapmu”.
10. Terkait dengan memulyakan tamu (ikramudl dlaif) : dalam rangka memulyakan (menghormati) tamu yang hadir, biasanya tuan rumah menghidangkan beberapa makanan ringan, motivasi seperti ini merupakan anjuran sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ،
“barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka mulyakanlah tamunya”.
11. Niat baik dan ucapan yang baik : tujuan-tujuan melakukan tahlilan tentunya tidak lepas dari niat shalih, baik dari sisi tuan rumah seperti dalam rangka mengajak kaum muslimin untuk mendo’akan saduaranya yang meninggal dunia, menghormati tamu, menshadaqahkan hartanya sendiri yang pahalanya dihadiahkan untuk keluarganya yang meninggal dan lain sebagainya. Ataupun dari sisi kaum muslimin yang hadir, juga dalam rangka mendo’akan saudaranya yang telah meninggal, memenuhi undangan, menghibur keluarga almarhum dan lain sebagainya. Niat baik inilah yang dinilai serta apa yang diucapkan tidak akan pernah sia-sia, sebagaimana sabda Nabi shallalllahu ‘alayhi wa sallam :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“sesungguhnya amal-amal tergantung dengan niatnya”
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan, kemudian menjelakan yang demikian, maka barangsiapa yang berkeinginan melakukan kebaikan namun tidak sampai melakukannya niscaya Allah akan mencatatkan untuknya kebaikan yang sempurna, maka jika ia berkeinginan dengannya kemudian melakukannya niscaya Allah akan mencatatkan untuknya sepuluh macam kebaikan sampai 700 kali lipat kemudian hingga berlipat-lipat yang banyak ; barangsiapa yang berkeinginan melakukan keburukan namun ia tidak mengerjakannya niscaya Allah mencatatkan untuknya kebaikan yang sempurna, namun jika ia mengerjakannya niscaya Allah mencatatkan untuknya satu macam keburukan”.
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. al-Qaaf : 18)
مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعاً إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” (QS. al-Fathir : 10)
12. Dan lain sebagainya, yang tentunya tidak ada habis-habisnya kalau satu persatu dirinci keutamaannya, maka cukup ini saja sebagai petunjuk tentang banyaknya amalan sunnah yang diamalkan oleh kaum Muslimin yang melakukan tahlilan, maka jika boleh dipribahasakan adalah :
“SEKALI MENDAYUNG BERIBU-RIBU PULAU TERLAMPAU”
Oleh Sholeh Punya & Tim Aswaja Nu Center (asnuter) Kab, Ngawi
No comments:
Post a Comment